Adab Seorang Guru

Hari ini (30 Oktober 2007) saya melihat pengumuman penerimaan CPNS dari sebuah perguruan tinggi negeri terkemuka – UIN Sunan Kalijaga (www.uin-suka.info/projectportal). Perguruan tinggi yang sedang menggeliat menuju universitas modern, dan akan menjadi harapan bangsa di masa datang.

Membaca pengumuman itu, tergerak hati ingin menulis sesuatu tentang Sang Guru, semoga dapat bermanfaat bagi para calon pelamar yang akan bertarung untuk mengabdi dalam rangka ikut serta mencerdaskan bangsa.

Sang Guru sudah seharusnya melaksanakan ilmunya. Jangan sampai mengajar ”sholat”, namun dia sendiri tak pernah melakukannya dengan kesungguhan hati. Perbuatannya tidak mendustakan perkataannya, karena ilmu diketahui dengan mata hati (bhasirah) dan amal diketahui dengan mata, sedangkan orang yang memiliki mata jauh lebih banyak. Jikalau amal perbuatan sang guru, bertentangan dengan ilmu, maka ucapan, pikiran dan laksananya, tidak akan memiliki daya bimbing.

Sangat mudah menggoyang lidah dan berkata, ”Janganlah kalian melakukannya”, namun itu bisa menjadi racun yang membinasakan. Engkau berkata ”hindari menyakiti hati seorang istri”, namun dengan berbagai alasan yang dibuat masuk akal, tetap melakukan poligami. Orang-orang akan melecehkan dan menuduhnya, bahkan keinginannya melakukan apa yang dilarangnya itu semakin besar, seraya mengatakan, ”Kalau bukan karena paling baik dan paling enak pasti ia tidak akan melakukannya”.

Perumpamaan guru terhadap murid, laksana tongkat dan bayangannya, bagaimana bayangan bisa lurus jika tongkatnya bengkok ? Oleh sebab itu dikatakan ”jangan kamu melarang suatu peringai tetapi kamu melakukannya. Aib bagimu, apabila kamu lakukan menjadi dosa besar.
Selamat berjuang, bersiaplah menjadi guru-guru bangsa, pahlawan tanpa tanda jasa !

Salam Hangat,
Ki Jero Martani

Tidak ada komentar: