AL FAATIHAH

AL FAATIHAH magnify

Ada suatu waktu, saya diminta oleh seorang sahabat untuk berbicara di depan puluhan kiai pengasuh pondok pesantren. Topiknya cukup berat, mengenai penyusunan rencana strategi pengembangan pondok pesantren yang mereka asuh. Kalau bicara dengan terminologi dan orang-orang yang berlatar belakang bisnis, saya sudah punya jam terbang yang cukup tinggi. Tetapi bagaimana memperkenalkan istilah strategic management seperti return on investment, customer perspektif, internal process dan learning and growth perspective pada mereka ? Ini benar-benar menggetarkan hati saya. Saya takut mengecewakan para kyai yang sangat saya hormati. Dalam hati saya menggerutu, bodohnya saya menerima tawaran seperti ini ? Saya tercenung di pesawat yang membawa diri saya, menjauhi Jakarta.

===
=== AL FAATIHAH
=== Refleksi seorang guru
===

Tambah terpuruk dan jatuh mental saya, menyaksikan para kyai sangat bersemangat mengikuti workshop, sampai hampir tengah malam, mencatat dengan tekun, apa yang disampaikan pembicara, kebanyakan hanya mengenakan sarung. Matilah saya ! Kali ini, saya menghadapi audiens yang sangat berbeda. Saya mendapatkan giliran jadi fasilitator, mulai esok pagi hari. Dan sampai jam 10 malam, saya belum menemukan rangkaian kata pembuka agar topik strategic management mudah diserap oleh para kiai, yang berlatar belakang agama dan budaya. Tibalah saatnya coffee break, saya ada kesempatan ngobrol dengan Kyai Abdul Azis Asyhuri, salah seorang pengasuh pondok pesantren salafiah dari Magelang. Entah bagaimana, beliau berkata, kalau mengawali suatu pekerjaan ingatlah selalu Surat Al-Faatihah. Lalu cerita dilanjutkan ngalor ngidul sambil ketawa-ketawa, lalu pulang ke hotel.

Gelisah masih terasa, bagaimana bicara untuk besok hari. Lalu saya berusaha menenangkan diri, berdoa semoga ada berkah dari Gusti Allah agar saya tidak mengecewakan dan mampu membagi pengetahuan walau sedikit. Saya akan merasa berdosa, kalau para Kiai yang telah datang dari seluruh pelosok tanah Jawa, tidak mendapatkan manfaat apapun dari saya. Kasur empuk, shower hangat, ruangan harum hotel bintang lima, tak mampu mengusir ke gundahan hati. Hampir tengah malam, dalam hening – eureka ...saya teringat kata-kata Kyai Ashuri, Al-Faatihah.

Bismillahirrahmaanirrahiim – dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. >>> Saya datang jauh-jauh ke jantung tanah Jawa, tanpa memikirkan honor yang akan saya terima, meninggalkan pekerjaan dan keluarga, semata-mata bertujuan dan berkeinginan kuat agar ada yang saya beri untuk para Kiai yang saya hormati, dan semoga dapat lebih memuliakan Nya

Alhamdullilahi rabbil’aalamin – segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. >>> Segala resiko saya akan jalani, karena rasa syukur, telah diberi limpahan karunia ilmu, yang dapat membantu orang lain. Walau hari ini saya berstatus sebagai fasilitator manajemen strategis, tetapi saya yakin dan bertekad, untuk menggali juga ilmu para Kyai yang luas bagai samudera tak bertepi, di bidang agama dan budaya. Saya berkeyakinan, ilmulah yang perlu kita kumpulkan. Jika kita hanya berfikir mengumpulkan harta, maka kitalah yang sibuk menjaganya.

Arrahmaanirrahim. Maha pemurah lagi Maha Penyayang. >>> Saya memiliki keyakinan bahwa ilmu manajemen strategis tercipta tidak hanya untuk satu golongan saja. Sang Kuasa bersifat murah hati, baik untuk orang yang percaya, bahkan tetap kasih terhadap orang yang ingkar denganNya. Saya yakin, ilmu manajemen strategis ini, juga bisa untuk umat beliau di Tanah Jawa, bukan hanya untuk orang Amerika.

Maaliki yaumiddiin – dialah menguasai hari pembalasan. >>> Saat ini saya menyerahkan semuanya kepada Gusti Allah, yang menguasai hari akhir. Saya sudah berusaha menyiapkan segala presentasi materi, menyiapkan perangkat lunak sederhana untuk dipergunakan di pesantren, dan buku panduan pemakaian untuk mereka. Saya telah berbuat yang terbaik, yang bisa saya lakukan. Akan tetapi, segala hasil akhirnya, saya serahkan kepada Hyang Widhi sebagai penguasa hari akhir. Kawula hanya bisa berusaha, bagaimana hasilnya, adalah hak penuh dari Sang Dalang Kehidupan.

Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin – hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan. >>> Sampai lewat tengah malam, hanya doa ini yang saya panjatkan. Tiada yang bisa menolong saya lagi untuk esok hari, kecuali kuasa dari Hyang Manon.

Ihdinashshiraathal mustaqiim, shiraathalladziina an’amta’alaihim – Tunjukkanlah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan kenikmatan kepada mereka. >>> Saya mengintepretasikan bait ini sebagai doa agar saya diberi petunjuk, methodologi apa yang tepat digunakan untuk menyusun rencana strategis, agar mampu diserap oleh audiens yang sepuh, banyak bergelut dengan kitab kuning dan hampir seluruhnya berasal dari Jawa Tengah dan sekitarnya. Tengah malam saya berdoa, semoga Gusti Allah memberikan saya petunjuk, methodology yang terbukti berhasil, mengangkat kembali organisasi yang ”terpuruk” menjadi bangkit dan bersemangat kembali. Tuhan ”menjawab” dengan mencerahkan saya bagaimana menterjemahkan Balanced Scorecard ke dalam terminologi jawa kuno, dan bagaimana menyusun peta strategi mengacu pada tembang gambuh. Methodologi Balanced Scorecard, di tanah asalnya Amerika sana, mampu melipat gandakan kekayaan suatu perusahaan dalam waktu singkat, karena mampu dalam pengukuran kinerja dan menyebabkan organisasi berfokus pada strategi.

Ghairil maghdhuubi’alaihim waladhdhaalliin – Bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat. >>> Methodologi Balanced Scorecard menekankan pada keseimbangan. Bukan hanya berfokus pada harta dunia (tangible asset) – finance perspective, akan tetapi methoda ini, sangat menekankan pada (intangible asset) seperti customer satisfaction - santri dan peran serta masyarakat, internal proses perspektif – pembelajaran, suasana belajar, manajemen dan kepemimpinan, dan learning and growth perpektif – keinginan untuk belajar terus menerus. Saya yakin, methodologi ini, kalau dikuasai lalu disesuaikan dengan keadaan sosiologi, antropologi dan theologi masyarakat nusantara akan menghasilkan dampak yang luar biasa. Methodologi ini, mirip dengan konsep pengejaran manusia pada dunia dan akhirat – kejarlah intangible asset, maka anda akan mendapatkan yang intangbile. Mendasarkan methodology pada prinsip dasar - kerja adalah amanah untuk mendapatkan berkah – sehingga terbentuk Human Capital – commitment dan capability. Jadi methodology balanced scorecard, harus di-berikan bumbu Nusantara, disesuaikan bahasanya dengan yang paling dekat dengan bahasa kiai, yakni budaya dan agama. Hal ini saya rasa lebih baik, daripada mengelola sesuatu organisasi, tanpa menggunakan methodology, hanya common sense belaka, itu mengarahkan kita pada paham sareat tanpa tahu hakikat, maka jadilah kita tersesat.

---

Malam itu juga saya menyusun draft pemikiran yang saya tuangkan ke dalam tulisan yang berjudul Manajemen Strategik dan Peta Strategy atau strategy map, yang saya posting juga di blog http://360.yahoo.com/kijeromartani. Karena audiens banyak orang Jawa, saya menggunakan tembang Gambuh dan Catur Purusaartha, konsep sastra jawa kuno. Karena audiensnya para kyai yang saya hormati, maka konsep tentang tangible asset dan intangible asset saya modifikasi menjadi ruh jasmani, rabbani dan nur illahi. Dan banyak hal-hal yang kita bisa padukan, antara Ilmu Barat dan Timur.

Keesokan harinya saya memulai workshop dengan ”nembang” macapat Gambuh Serat Wedhatama, dihadapan para kiai. Dan ”keterkejutan” mereka terhadap kemampuan nembang macapat, langsung mencairkan suasana. Methode Balanced Scorecard yang telah dimodifikasi, terasa masuk akal dalam kerangka berfikir budaya dan agama mereka. Motivasi meningkat cepat, selanjutnya, pekerjaan jadi lebih mudah. Segala kesulitan, akan mampu teratasi oleh orang yang telah termotivasi.

Ya ... Tuhan, Engkau benar-benar memenuhi janjiMu. Engkau berikan ilmu yang tak terduga, bagi seorang guru yang lagi kepepet, seperti saya. Di tengah kesulitan, Engkau membantu hambaMu, dengan cara yang tak terduga.

Malam setelah workshop, saya tidur dengan tenang. Dengan senyum yang tersungging di bibir, dan yang lebih penting lagi, saya sangat bahagia, Gusti Allah mendengar kesedihan kawulaNya yang sudah tak berdaya, dengan cara yang tak terduga.

---
Rekan-rekan peserta mailing list, saya mohon pengertian, saya tidak hendak memelintir ayat yang ada. Motivasi saya menulis, bukan untuk berdebat tentang ayat, karena saya bukan pengkaji kitab kuning, bahasa arab-pun saya tidak bisa, melafalkan al-faatihah masih salah-salah, sembahyangpun tak kontinyu, dapat di hitung dengan jari, karena sibuk dengan ilmu dunia. Di bidang agama, saya bukan apa-apa.

Tetapi saya ingin menulis ini, hanya untuk membuktikan bahwa Ayat Pembuka ini sangat luar biasa. Akhirnya workshop menghasilkan outcome yang dikehendaki, para kiai jadi mengerti bagaimana cara menyusun rencana strategis. Mulai menetapkan visi, misi, tujuan, peta strategi, ukuran-ukuran lalu self assesment untuk menyusun program kerja dan rencana aksi. Menetapkan anggaran, memonitor progress dan lain-lain. Semuanya itu dimulai dari Al Faatihah dan tembang Gambuh – Serat Wedhatama. Umpan balik, kesan dan pesan yang kami terima sangat luar biasa, saya sangat terharu, telah memberikan sesuatu, yang mudah-mudahan berguna untuk mereka. Terima kasih pada Kiai yang memberi pencerahan, mengingatkan saya pada AL FAATIHAH.

Dan hari itu, bertambah keyakinan saya, bahwa Gusti Allah tidak akan membiarkan kawulaNya yang percaya, gundah gulana. Selalu ada ilmu baru yang diberikan pada saat mengajar.

Saya berdoa, walau sedikit yang disumbangkan, untuk para kiai yang saya hormati, semoga berguna bagi usaha untuk ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa.

Salam hormat,

Ki Jero Martani

Tidak ada komentar: