Gunung, Samudra dan Kekuasaan

Ada seorang mantri yang namanya Ki Bocor, dia ingin membunuh Panembahan Senopati. Setelah mencoba ketajaman kerisnya, maka ketika ada kesempatan, keris itu ditikamkan kepada Senapati dari belakang. Ki Bocor berulang-ulang menancapkan keris itu, akan tetapi, Panembahan Senopati tetap tenang, seperti tidak merasakan apapun juga. Akhirnya Ki Bocor duduk lunglai, dan memohon ampun seraya bertobat. Lalu Senopati menengok ke belakang seraya berkata : ”Kakak Bocor, saya sudah memaafkan. Saya percaya kepada kakak.”

Lalu malam itu juga, Panembahan Senopati menuju desa Lipura, disana ada batu halus yang indah, dan Senopati tidur di atas batu itu. Dan pada malam yang sama, Ki Juru Martani tidak dapat tidur, lalu pergi menuju keraton, ingin bertemu Senopati. Yang dicari ternyata tidak ada, tapi Ki Juru Martani sudah tahu, dimana gerangan Senopati berada. Ki Juru Martani berangkat menyusul ke Lipura.

Sampai di Lipura, Ki Juru Martani melihat Panembahan Senopati sedang asik-asik tidur. Lalu Ki Juru Martani berkata ”Nak, bangun, kalau ingin menjadi raja, jangan enak-enak tidur saja”. Pada saat itu juga, ada sebuah bintang jatuh dari langit, menuju ke arah Panembahan Senopati, bersinar sebesar pohon kelapa, lalu jatuh ke dekat lehernya. Itu adalah perlambang bahwa kelak turun-turunan Senopati akan menjadi Raja di Mataram.

Lalu mereka berdoa memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesuatu yang sukar supaya dimudahkan. Dan pada malam itu juga Senapati pergi ke pantai Laut Selatan. Dan Ki Juru Martani pergi meminta bantuan ke Gunung Merapi.

Dalam semedinya Senopati bertemu dengan Nyai Rara Kidul, raja jin, peri dan setan. Beliau meminta bantuan, kalau pada kemudian hari menghadapi perang. Nyai Rara Kidul menyanggupi membantu Senapati, cukup hanya memanggil namanya, maka Nyai Rara Kidul akan datang bersama dengan segala jin dan setan yang berada di bawah perintahnya.

Bertahun-tahun setelah peristiwa itu, pasukan Pajang melaporkan kepada Sultan Adiwijaya bahwa Senapati Ngalaga sedang melakukan pemberontakan. Dengan pasukan 10.000 orang, dibantu oleh para Adipati Demak, Tuban, Banten dan yang lain beserta bala tentaranya, Sultan Adiwijaya mengeroyok pasukan Senopati yang berjumlah hanya 800 orang.

Akan tetapi malam itu Gunung Merapi Meletus diiringi hujan abu, gempa bumi dan banjir besar melalui kali opak. Kekuatan alam dari Selatan, berupa gemuruh laut, gempa bumi dan banjir besar, mengobrak-abrik fisik dan mental para pasukan Pajang yang berjumlah puluhan ribu. Maka hancurlah pasukan Sultan Adiwijaya dari Pajang yang sedang berkemah di lembah sungai opak tersebut. Lalu setelah Gong Kyai Bicak dipukul bertalu-talu, banjir lahar melalui kemah tentara Pajang yang kemudian berlari tunggang langgang, beserta Sultannya.

Di tengah pelariannya, Sultan Adiwijaya lari ke Tembayat, ia memerintahkan sisa tentaranya untuk beristirahat. Sultan berkehendak untuk beristirihat di makam Tembayat, akan tetapi sayang sekali pintu makam terkunci, dan usaha untuk membukanya tidak berhasil. Itulah pertanda kejatuhan Sultan Adiwijaya Pajang.

Setelah kembali ke keraton Sultan Adiwijaya sakit dan mangkat pada tahun 1587, dengan demikian lenyaplah orang kuat yang menghalangi Panembahan Senopati untuk menjadi Raja Tanah Jawa.

---

Cerita di atas mudah-mudahan dapat direnungkan, diambil hikmahnya, dan barangkali dapat dijadikan satu bukti, bahwa ketika seorang anak manusia memiliki keyakinan kuat untuk mengikuti takdir yang ditetapkan olehNya, maka seluruh jagat semesta raya akan membantu untuk mewujudkannya.

Maktub.

Salam Hangat,

Ki Jero Martani

Tidak ada komentar: