Hipotesis Telaga Borobudur dan Letusan Merapi AD 1006

Mungkin perlu dicermati publikasi van Bemmelen (1956) dalam Verhandelingen van het Koninklijk Nederland Geologie Mijnbouw Genootschap, v. XVI, p. 20-36

Mungkin perlu dicermati publikasi van Bemmelen (1956) dalam Verhandelingen van het Koninklijk Nederland Geologie Mijnbouw Genootschap, v. XVI, p. 20-36.

=== By: Awang H S. ===


Ada satu prasasti berangka tahun 1041 AD tentang maklumat Erlangga di tempat pertapaannya di Jawa Timur. Prasasti ini terkenal sebagai Prasasti Kalkuta karena prasasti ini telah dibawa ke Kalkuta oleh Raffles semasa ia jadi gubernur jenderal di Hindia Belanda (1811-1816 AD). Prasasti ini diterjemahkan oleh Kern, ahli epigrafi terkenal pada zamannya. Prasasti ini memuat tentang kerusakan kerajaan (Mataram Hindu di Jawa Tengah)pada tahun 928 Syaka (+ 78 = 1006 AD). Kern menafsirkan bahwa kerusakan itu simbolik, maksudnya peperangan. Tetapi, van Labberton, ahli sejarah dan seorang epigraf juga, menafsirkan bahwa kerusakan itu kerusakan akibat bencana alam.

Buku terkenal van Krom tentang Sejarah Hindu Jawa menyebutkan kepindahan Mataram Hindu dari Jawa Tengah ke Jawa Timur disebabkan oleh banyak hal : peperangan destruktif, volcanic calamity, dan epidemi.

Pindahnya Kerajaan Mataram Hindu ke Jawa Timur pada abad ke 10, menurut van Bemmelen (1956) ada dua sebab : (1) sedimentasi pelabuhan Mataram Hindu di Bergota - Semarang sekarang, dan (2) erupsi besar (volcanic calamity) Merapi di sekitar 1000 AD.

Sebagai sebuah kerajaan besar, Mataram Hindu punya pelabuhan untuk berhubungan dengan kerajaan lain dan perdagangan. Dipilihnya pantai utara sebab pantai selatan tak cocok sebagai pelabuhan karena gelombang dan ombakya besar, berbahaya buat perahu-perahu pada masa itu. Di pantai utara, dipilihnya daerah pantai Bergota (di tengah kota Semarang saat ini) yang terlindung oelh sebuah pulau di utaranya, mirip laguna setengah terbuka, sangat cocok untuk pelabuhan pada masa itu. Waktu itu, garis pantai di sekitar Semarang adalah di wilayah Perbukitan Candi (selatan Semarang sekarang). Keterangan ini didasarkan van Bemmelen pada penyelidikan lapangannya dan tulisan2 van Berkum di koran De Locomotief (1939). Van Berkum adalah sekretaris kota Semarang pada zaman Belanda. Pendapat ini juga dikuatkan oleh tulisan2 pedagang Arab-Persia Abu Zaid pada sekitar 916 AD. Disebutkan oleh Abu Zaid bahwa Bergota adalah sebuah pelabuhan dari sebuah Kerajaan Hindu di pedalaman. Kali Garang (Semarang) bermuara di wilayah Bergota ini.

Van Bemmelen memetakan kota Semarang dari 1940-1941 sebagai lembar peta Semarang-Ungaran (sheet 73-74 skala 1:100.000). van Bemmelen mengeluarkan peta kota itu dari tiap zaman, dari tahun 1695-1940. Peta-peta ini dengan jelas menggambarkan akresi pantai dari zaman ke zaman. Pantai bertambah maju 8 meter per tahun, bahkan sejak 1847 menjadi 12 meter per tahun. Sedimentasi pantai terjadi dengan intensif. Ini akibat penggundulan hutan di selatan Semarang dan napal dan lempung lunak Pliosen di sayap utara Gunung Ungaran makin tererosi dan terdeposisi di wilayah ini. Sedimentasi ini telah terjadi sejak abad ke-10. Para penguasa Mataram Hindu melihat bahwa pelabuhannya di Bergota dari tahun ke tahun semakin dangkal dan sempit akibat akresi pantai. Inilah salah satu penyebab Sindok, raja di Mataram Hindu memutuskan memindahkan kerajaannya ke Jawa Timur di mana ada pelabuhan Ujung Galuh di estuary Brantas River. Sebuah kerajaan yang sehat harus punya pelabuhan tentunya.

Tetapi, apakah karena sedimentasi pelabuhan Bergota itu saja lantas Mataram Hindu tak pernah terdengar lagi beritanya di sejarah Jawa, hilang lima abad sampai kemudian pada abad ke-16 muncul kembali sebagai Mataram Islam ? Tidak, kata van Bemmelen, Merapi telah menyebabkan "death-blow" kepada Mataram Hindu, memunahkan peradabannya yang jaya. Inskripsi (tulisan) di Prasasti Kalkuta menggunakan kata Sanskerta "arnawa" yang digunakan untuk menggambarkan suatu bencana, banjir besar volcanic mud flows (lahar) (van Labberton, 1922 - Natuurk. Tijdschr. V. Nederland Indie, vol. 81). Kata Prof. C.C. Berg, epigraf dan sejarahwan, "arnawa" atau "ekarnawa" artinya Lautan Susu. Mitologi Hindu menyebutkan bahwa lautan susu ini diaduk oleh para dewa pada awal zaman untuk keabadian. Inskripsi di prasasti berbunyi "Jawa seperti sebuah lautan susu" - Jawa dalam keadaan chaos ! Dari chaos itu timbullah keabadian. Begitulah yang dituliskan Erlangga pada 1041 AD. Raja-raja Jawa percaya mati dan lahirnya raja baru selalu disertai letusan gunungapi yang hebat ! (Coba cek buku "Tahta untuk Rakyat" biografi Sri Sultan Hamengku Buwono IX, di covernya digambarkan Sang Sultan di depan Merapi yang sedang meletus).

Inskripsi di Prasasti Kalkuta menceritakan : orang hidup senang seperti di Negri Indra (indra = gunung) sampai akhirnya "Mahapralaya" menimpa Jawa, kraton hancur dan kerajaan pun mati. Hanya Erlangga yang dapat melarikan diri bersama seorang teman ke Pegunungan Selatan, di sana hidup sekian tahun lamanya sebagai pertapa, sebelum akhirnya mereka pergi ke Jawa Timur dan mendirikan kerajaan di sana.

Sampailah kita ke pertanyaan, apakah letusan paroxysmal (hebat) Merapi yang akan meruntuhkan sayap Old Merapi terjadi pada 928 Syaka (1006 AD), angka tahun yang disebut-sebut Prasasti Kalkuta sebagai Mahapralaya Jawa ? Sebuah tantangan bagi para ahli arkeologi, sejarah, volkanologi, dan geologi ! Betul, banyak data baru telah terkumpul, analisis dan interpretasi baru dikemukakan. Namun, masih selalu menyisakan ruangan-ruangan untuk perdebatan. Semoga kelak kita sampai kepada suatu kebenaran.

Salam,
awang

Tidak ada komentar: