Jalan Pintas Menuju Sukses

Ada suatu kesempatan yang sangat berharga ketika saya pernah nyantri 'singkat' di Pondok Pesantren Pabelan, Jawa Tengah. Maksud saya bertandang ke pondok pesantren tersebut adalah ingin mengenal lebih dekat bagaimana kehidupan di tengah pesantren. Sudah setua ini saya tak pernah nyantri. Terus terang, saat berada di perjalanan pesawat dari Ibu Kota, saya masih menganggap kehidupan pesantren itu tradisional dan marginal.

Kedatangan saya disambut dengan hangat, lalu diajak berkeliling areal pondok pesantren, yang ternyata sangat luar biasa, jauh dari bayangan kami sebelumnya. Pesantren Pabelan memang berada pada lingkungan pedesaan yang sejuk dan tenang tanpa pagar. Di lengkapi dengan gedung "Presiden" sumbangan P'Harto, gedung "Jepang" dari pemerintah Jepang, ada pula Gedung "Armada" dan gedung "Mirota", sumbangan perusahaan swasta. Lalu kami diberi buku profil pesantren, dengan sederet prestasi yang mengejutkan.

Mendapat penghargaan Aghakan Award, prestasi di berbagai lomba tingkat nasional, pertukaran pelajar siswa ke amerika, dan alumni-alumni dengan posisi strategis di kepemimpinan nasional. Daftar panjang prestasi itu, mencabik-cabik prasangka saya tentang mutu pesantren. Kalau sekolah anak saya, dengan fasilitas lengkap di ibukota, melakukan pertukaran pelajar ke Amerika, saya tidak heran, tapi ini adalah siswa pesantren yang belajar di tengah suasana pedesaan, menyebabkan jadi luar biasa. Dari hentakan itu, saya bertanya kepada Kiai Mustofa, pengasuh pondok, bagaimana sejarah berdirinya pondok pesantren ini. Lalu beliau mulai bercerita.

Pondok pesantren pabelan didirikan oleh Kiai Hamam, lulusan pondok pesantren Gontor. Ketika pulang ke Pabelan, beliau melihat banyak anak-anak muda yang tidak sekolah dan menghabiskan waktu bermain di sekitar kolam. Lalu beliau mengukuhkan niat - bahwa beliau ingin - setiap anak di Pabelan harus mengenyam pendidikan. Dengan komitmen dan kemampuan beliau, di sebuah sarana pendidikan berupa rumah sederhana di pinggir kolam, dimulailah proses pendidikan dengan guru tunggal yaitu Kiai Hamam. Niat baik itu, lalu dikomunikasikan kepada para kepala dusun di sekitar Pabelan, sehingga para kepala dusun mendukung niat mulia agar seluruh anak Pabelan mendapat pendidikan.

Human Capital - berupa komitmen dan kapabilitas dalam mengajar, dilengkapi dengan sarana sederhana, dan pengakuan dari para 'pejabat' setempat, menyebabkan suasana dan budaya belajar di pesantren mulai tumbuh, di dukung oleh kepempimpin kuat sang pendiri, maka proses belajar mengajar dapat dilaksanakan. Proses belajar-mengajar yang baik tentu menghasilkan peserta didik berprestasi. Daftar panjang dari peserta didik yang berprestasi, akan menimbulkan dukungan dari masyarakat, pemerintah dan lembaga-lembaga donor. Dari dana yang disumbangkan, maka pondok pesantren dapat memiliki dana yang cukup untuk kesinambungan operasional dan membiayai proyek-proyek pengembangan yang dikehendaki.

Lalu mari kita lihat. Konsep Balanced Scorecard dari Kaplan dan Norton. Perspektif dasar Balanced Scoracard adalah Learning and Growth Perspective. Dalam perspektif ini Human Capital berupa Commitment dan Capability menjadi suatu yang utama. Guru-guru madrasah harus dibangun komitmennya dan ditingkatkan kapabilitasnya dalam mengajar. Lalu guru-guru dengan komitmen dan kapabilitas ini diberi sarana dan prasarana mengajar yang memadai. Selain itu, pondok pesantren juga harus melengkapi dirinya dengan akreditasi atau pengakuan dari pemerintah, sehingga kelembagaannya menjadi mantap.

Dengan guru yang berkualitas, sarana lengkap dan institusi yang mantap, maka suasana belajar dapat tercipta. Suasana ini harus didukung oleh manajemen dan kepemimpinan yang baik, sehingga proses belajar mengajar yang berkualitas dapat diselenggarakan. Ini semua terkait dengan Internal Process Perspective. Proses belajar mengajar yang berkualitas akan menciptakan peserta didik yang berkualitas sehingga memuaskan seluruh warga pesantren. Hal ini sangat terkait dengan Customer Satisfaction Perspective. Dengan kepuasan para stakeholder, maka peran serta masyarakat akan meningkat sehingga pesantren memiliki kekuatan finansial untuk membiayai operasional dan pengembangannya, dus Financial Perspective dapat terpenuhi.

Sodara-sodara sekalian. Cerita ini benar adanya. Silahkan pergi sendiri ke Pondok Pesantren Pabelan. Silahkan cek dimana saudara Prof. Komarudin Hidayat nyantri. Silahkan Cek apakah pabelan pernah mendapatkan Kalpataru atau Aghakan Award.

Nah pesan yang ingin saya sampaikan. Dengan keinginan tulus yang mendapatkan sinar terang dari Gusti Allah, Seorang Kiai tradisional di tengah pedesaan di kampung Pabelan, jauh sebelum methodologi Balanced Scorecard ditemukan, ternyata sudah memiliki struktur pemikiran yang tak kalah dengan pemikir modern seperti Kaplan dan Norton. Sayang sekali, jarang ada yang mampu mengambil mutiara-mutiara pemikiran asli Nusantara, lalu merajutnya menjadi suatu methodologi yang handal, yang tak kalah dengan pola pemikiran modern.

Dapat kita tarik benang merah dari tulisan di atas :

Learning and Growth Perspective : [Mutu Tenaga Pendidik + Sarana Prasarana memadai + Pengakuan terhadap Institusi] ---> akan mendukung --->

Internal Process Perspective : [Suasana belajar + Kepemimpin & manajemen + Proses Belajar Mengajar] ---> akan menyebabkan --->

Customer Satisfaction Perspective : [Prestasi peserta didik+Peran Serta Masyarakat] ---> akan menghasilkan --->

Financial Perspective : [Biaya untuk kesinambungan operasional dan proyek pengembangan]

Sekarang Kiai Hamam telah meninggal, kalau belum meninggal, beliau adalah orang yang paling berhak untuk menasehati Mantri Pendidikan Bergelar Profesor, bagaimana proses panjang untuk membangun prestasi peserta didik. Perencanaan kualitas, meneliti proses sehingga dapat dijamin kualitas yang ditetapkan dapat tercapai, baru kemudian melakukan pengendalian kualitas, dengan menetapkan batas-batas kelulusan. Kalau ingin menempuh jalan pintas menuju sukses, beginilah jadinya sistem pendidikan kita.

---oOo---
Hei ... para penentu kebijakan pendidikan bergelar doktor dan profesor ... tengoklah sejarah Pabelan ... yang hanya dimulai dari niat mulia, dari seorang kiai 'kampung' tamatan 'lokal', mampu menembus batas metodologi perencanaan strategis modern Balanced Scorecard, untuk membangun sebuah pesantren yang terkenal ke manca negara. Ini satu bukti, bahwa segala sesuatu akan berhasil jika dilandasi oleh niat baik.

Dengarkanlah, Hei Petinggi, Nayapraja pendidikan ! Jagalah selalu Hati dan Niat Baikmu.

Hilangkan mental garong kalian, jauhkan niat menjarah anggaran pendidikan yang begitu besar jumlahnya. Jangan mulai pola-pola bagi-bagi proyek-proyek di lembaga yang anda pimpin, yang selama ini 50% buat jatah, 25% untuk bola liar dan 25% lelang umum.

Jangan sampe duit tersebut dijarah oleh politikus yang berkolaborasi dengan pedagang yang sudah mengadakan rapat berkali-kali untuk melakukan konspirasi laknat untuk menggangsir proyek-proyek di depdiknas, untuk menumpuk kocek buat bekal pemilu 2009.

Ingatlah ... paro pakarah punyaya papaya para pidanam. Saya sudah mencium bau busuk itu... dan saya Ki Jero Martani, memohon bantuan Danyang Para Tanah Jawa, semoga membantu mengkremus, para pejabat bejat, sodagar laknat, yang dipimpin Sang Sangkuni pengkhianat, tokoh serigala berbulu domba, sontoloyo ... he..he..he... kok gua sengit lagi yah ...

Tak cukup kita hanya berbuat baik, tapi kita perlu mencegah kolaborasi jahat para nayapraja sontoloyo dengan sodagar otak loyo.

Mohon maaf aku jadi emosi dan mungkin menyebabkan emosi orang lain, nih !

---oOo---

Tapi sekali lagi, tulisan ini bertujuan untuk membangkitkan semangat, membangun kembali Jati Diri tanah Nusantara. Semoga bangsa kita, mampu menjumput mutiara-mutiara Nusantara, lalu merajut kembali serpihan yang terserak.

Saya berharap makin banyak anak bangsa, tidak selalu menampikkan dan merendahkan kekayaan budaya bangsa.

Kita harus bangkit.

Merdeka Tanah Nusantara.



Ki Jero Martani.

Tidak ada komentar: