Jaman Reformasi

Bangsa Nusantara setelah melalui jaman orde lama, lalu
orde baru, disusul dengan reformasi, yang lalu
menghasilkan jaman repot nasi. Saat reformasi,
berbagai usaha intensif dilakukan untuk merendahkan
”gunung” agar dapat ”jurang” yang dalam tampil
kepermukaan. Tapi tentu harus direnungkan dengan
seksama, walau bagaimanapun gunung direndahkan, selalu
tetap ada bekasnya. Beda dengan jurang yang curam,
walau dia dapat melembung, namun kalau tak ada tanggul
yang kuat, tentu sangat rawan dan mudah longsor.
Kejadian ini terlaksana juga karena kehendaknya.

Sekarang dapat kita rasakan, bahwa reformasi yang
didengungkan oleh Sangkuni hanya membawa kita ke masa
repot nasi. Seluruh kehendak, cita-cita, visi misi,
yang selalu dikoar-koarkan Sangkuni Sang Profesor Provokator
didukung oleh Brahmana Buta Mata dan Hati, rasanya
tidak ada yang terwujud. Apa yang dicita-citakan buyar
semua, dan yang dirancang hancur lebur, bahkan sang
provokator sekarang malah kabur.Segalanya salah
perhitungan, ingin menang malah jadi kalah.

Jaman report nasi, di pimpin raja plintat plintut dan
dikerubut oleh nayapraja sodagar, yang berprinsip
bersama kita bisa kaya. Mantri-mantri diangkat hanya
karena jasa, bukan karena bisa. Jikalau sesuatu
urusan, diserahkan pada orang yang bukan ahlinya,
tinggal tunggu kehancuran pasti kan menjelang.

Kutukan berat Sang Pencipta Alam, mulai terasa, bumi
gonjang-ganjing, di masyarakat, sekarang tampak
hanyalah perbuatan-perbuatan tercela. Media massa –
koran, televisi, radio dan laen-laen, dihiasi hampir
setiap hari oleh perbuatan tidak senonoh. Orang besar
kehilangan kebesaran, lebih baik nama tercemar,
daripada ”mati” – hilang kedudukan. Lalu wong cilik
tidak mau mengerti akan keadaannya.

Orang tampak alim, berlagak bak ulama, tetapi ternyata
hanya semu belaka. Diluar tampak beriman, namun dalam
hatinya seperti preman. Brahmana berbuat maksiat,
mengerjakan madat, madon, minum dan judi. Para haji
melempar sorbannya. Para wanita hilang kewanitaannya,
karena terkena pengaruh harta benda. Saat ini, harta
bendalah yang jadi tujuan. Semuanya
uang...uang...uang... dan uang. Di jaman repot nasi,
yang dihormati hanyalah harta benda. Oleh karena itu,
seluruh Nusantara menderita, kesengsaraan laksana
tiada batas.

Jaman ini akan habis apabila semua sudah mulai
bertobat dan menyerahkan diri pada kuasa Sang Pencipta
Semesta. Memang sudah ditulis demikian, maka kita
harus mencamkan adanya hukum sebab akibat, dalam
ramalan yang sudah ditentukan, haruslah diupayakan
segera terjadi. Saya yakin, ada saatnya, akan ada
keadilan di antara sesama manusia, ingatlah akan hukum
karma, karena itu adalah hukum Sang Pencipta.

Dalam menghadapi perubahan jaman, walau kita susah dan
repot mencari nasi, ditambah tipis
”rasa” penguasa, ikut gila rasanya tidak tega, karena
masih ada nurani. Tapi kalau tidak ikut dinamika
jaman, malah jadi tak kebagian, bahkan jadi melarat.
Akan tetapi, sudahlah kita pasrah pada kehendak Gusti
Allah. Mari kita kuatkan keyakinan, bahwa
sebahagia-bahagianya orang yang lupa, akan lebih
bahagia nantinya orang yang tetap ”eling” dan selalu
”waspada”.

Salam hormat,

Ki Jero Martani

Tidak ada komentar: