Jangan Sekali-Kali Melupakan Sejarah

Sodara-sodara sebangsa dan setanah air, Hari ini, kalau kita baca artikel di Kompas yang berjudul - Bersama Kita Bisa Bekerja Bersama –kebenaran hukum Karma Phala makin terbukti. Artikel tersebut menyiratkan bau perpecahan yang merebak di antara pemimpin tertinggi bangsa kita. Bau busuk yang selama ini ditutupi, akan memenuhi atmosfir politik di hari mendatang.

=== Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah ===

Legislatif seperti taman kanak-kanak, yudikatif – mengambil istilah sodara kita dari etnis cina - dipimpin oleh orang yang ’auban’ – keras kepala. Eksekutif saling curiga, slogan bersama kita bisa, bak ucapan manis selebritis, ternyata hanya untuk mengais suara. Trias politica sudah hancur. Krisis Ekonomi, Krisis Politik dan sekarang Krisis Legitimasi – hancurnya kepercayaan terhadap lembaga tinggi negara, telah merapuhkan sendi-sendi negara kita.

Apa penyebabnya sodara-sodaraku ? Tidak lain dan tidak bukan, ini kerja dari hukum karma. ”Paro pakarah punyaya, papaya para pidanam”. Barang siapa berbuat baik akan mendapatkan pahala, dan siapa yang berbuat papa nista, memiliki pikiran khianat, dia akan terkena pidana atau hukuman. Sepintar dan sehalus apapun skenario pengkhianatan yang disusun untuk mencapai puncak kekuasaan, pasti akan menerima balasan. Yakinlah dengan hukum itu ! Masyarakat mungkin bisa ditipu, tapi apatah mungkin melawan alam?. Sodara boleh sombong menentang hukum gravitasi, tapi berapa lama anda kuat untuk menahannya ? Makin lama tangan anda pentangkan untuk melawannya, makin sakit tangan akibat ’keras-kepala’ anda itu.

Sodara-sodaraku, jangan sekali-kali melupakan sejarah !

Perhatikan sejarah sejak kita merdeka. Sang Proklamator dibunuh karakternya, lalu si pembunuh karakter, di akhir kekuasaannya pun mendapatkan karma yang serupa. Mengambil peluang kekuasaan melalui kerusuhan, diapun gagal terpilih lagi, karena kerusuhan juga, malah sampai ada propinsi merdeka. Pat gulipat suara di perwakilan rakyat untuk berkhianat, juga akan dikhianati oleh sohib, si penikam kawan seiring, penggunting dalam lipatan. Dan yang terakhir, berkhianat dengan gaya sinetron, tinggal glanggang colong playu, mengkhianati kepercayaan orang lain, tidak melaksanakan swadharma sebagai duet menteri penting yang sangat diperlukan untuk mensukseskan kerja besar nasional, pemilihan umum secara langsung digelar di Nusantara.

Kalau dituduh seperti ini, maka Sang Aktor beserta antek-anteknya akan berkilah, karena itu memang keahliannya. Tapi dalam lubuk hati yang paling dalam, dia takut hukum karma terkena pada dirinya. Seluruh menteri dipaksa teken kontrak kesetiaan ... kecuali Sang Wakil Penguasa. Dialah Sang Pengkhianat besar berikutnya. Tapi Sang Penguasa Alam, tidak tinggal diam. Dikirim olehNya tsunami, banjir bandang, tanah longsor, pegebluk atau wabah dan yang akan terjadi sebentar lagi – Gunung Merapi Meletus, Laharnya Berbau Amis, untuk menunjukkan tanda-tanda kekuasaanNya pada Raja Pengkhianat.

Warga nusantara juga seperti bingung sendiri, saling berebut mencari makan, keadilan masih terbatas wacana, pemuka agama selingkuh, para ningrat makin bejat ambil uang rakyat, pedagang teriak untungnya berkurang, rakyat jelata makin menderita. Hukum karma berputar dengan lebih cepat, karena Sang Pencipta barangkali ingin juga, memberikan keyakinan bagi yang tetap eling dan waspada, bahwa Dia tidak sedang tidur, melihat cecunguk-cecunguk yang merusak tanah Nusantara. Akan tiba saatnya, Dia kirim ’mahluk’ yang akan berperang tanpa balatentara, tak tersentuh walau tanpa kesaktian dan dia akan menang, tapi tak akan menepuk dada. Jaman samar – samar, kalatida, sandhya kala, akan berakhir dan kita menuju malam yang kelam.

Dan akan kita songsong, fajar baru yang pasti datang dari ufuk timur. Tatanan baru akan terbentuk, merabas tuntas para pengkhianat rakyat, yang akan tenggelam dalam kegelapan. Kesadaran baru akan muncul, Nusantara akan kembali pada Agama Ageming Aji. Sodara-sodara se Nusantara, Agar kita selamat mengarungi gelapnya malam, marilah kita tetap eling dan selalu waspada. Ingatlah ... sebahagia-bahagianya para pengkhianat yang berkuasa saat ini ... akan lebih bahagia nantinya orang yang selalu eling dan tetap waspada. Jangan putus asa, walau pasti datang Krisis Motivasi, tetaplah tegar. Hentikan keributan, tidak usah berdemo, tak usah mengucapkan sumpah serapah, caci maki, yang membuat kita makin sakit hati. Karena ini memang sudah kehendakNya.

Negara akan rusak-se-rusak-rusaknya, untuk dibangun pondasi baru bagi rumah yang lebih megah. Biarlah sekarang orang’lupa’ merajalela. Percayalah ! Sang Kuasa akan mencatat dan memberi ’pidana’ yang menyakitkan, sepintar rekayasa yang mereka rancang untuk menipu kita. Sodara-sodaraku Danyang Tanah Nusantara, Saya Ki Jero Martani, sudah tak tahu berbuat apa lagi, tak ada pimpinan yang dapat kami percaya lagi. Terpaksa mengharapkan janji yang telah terucap 500 tahun yang lalu, saat Majapahit - Sirna Hilang Kertaning Bhumi.

HAI ... Ki Butalocaya di Kadhiri, Prabuyeksa di Giripura, Sidagori di Pacitan, di Kaduwang si Klenthingmungil, Endrayaksa di Magetan, Tujungputih di jenggala, Sapujagad dari Jipang, Kalasekti di Madiun, si Koreb lelembut di Panaraga, Singabarong - Jagaraga, Majenang - Trenggilingwesi, Macan guguh - Garobogan, Kalajangga - Singasari, Kalakatung - Blitar, Butakurda - Rawa, Carub-awor – Lamongan, Gurnita - Puspalaya, si Lempur - Pilangputih, si Lancuk - Blora, Kalasekti - Pagambiran, Ki Bajangklewer – ngLangsem, Cicingmurti - Sdayu, Ki Jalangkah - Candi Kahyanganira, Baratkatiga - Semarang, Gunturgeni - Pakalongan, Sarwaka – Sukawati, Kaliwungu – Gutukapi, Ki Samaita - Magelang, Dhadhungawuk Geseng nenggih, Butasalewah - Pajang, Manda-manda - Matawis, Rajekwesi - Paleret, Kuthagede Nyai Panggung, Pragota Kartasura, Cirebon Setankoberi, Jurutaman dari Tegallayang. Genawati dari Seluman, Ki Kemandhang di Wringinputih, si Karetek di Pajajaran, Sapuregel di Betawi, Ki Drusul di Banawi, ingkang aneng Gunung Agung, Ki Tapa di Marapi, Ni Taruki ingkang di Tunjung Banag. Setan kareteg di Kendal, Pamasuhan si Sapuangin Kresnapada di Rangkudan, Ni Pandansari di Srisig, Ki Candung di Sawahan, Plabuhan Ki Dudukwarih, Batutukang di Palayangan, Ni rara Aris ing Bawang, di Tidar Ki Kalasekti, Ki Padureksa Sundara, Ki Jalela di Sumbing, Ki Krama di Rebabu, Nirbangsan di Kombang, Prabu Jaka di Kelir, Ajidipa di gunung Kendheng, Cilacap si Kalasekti, Kalanadhah di Banyumas, Sigaluh bernama Prenthil, Banjaran Ki Wewasi, Kyai Korog di Lowanu, Nyai Bureng di Parangtritis, Drembamoha di Prabalingga, Ki Kerta Sangkalbolongan, Kedhungandhong Winongsari ing Jenu Ki Karungkala, ing Pengging Banjaransari, Gunung Kendhalisada Kethekputih, Butaglemboh di Ayah, Ni Rara Dhenok di Dewak, di Tubin Nyai Bathithing, di Kuwu Ki Juwalpayal, si Jungkit di Guyanag nenggih, Trenggalek Ni Daruni, Tunjungseta Cmarasewu, Kalawadung Kenthongan, Jepara Ki Wanengtaji, Bagus Anom di Kudus, Magiri Ki Manglarmonga, di Gading Ki Puspasari, Ketanggung Ki Klanthungwelah, Brengkalan si banaspati, Ni Kopek di Manolih, Nglandhak - Ki Mayangkara, si Gori di Kedhungcuwiri, Baruklinthing di Bahrawa, Sunan Lawu di Argapura, di Bayat si Puspakati, Cucukdandang di Kartikan, Tasih Wedhidi kali Opak, si Kecek Pajarakan, Cingcinggoling - Kaliwening, Dhahrama di Ulawelang. Kayulandheyan - Ki Daruna Ni Daruni, Bagus Karang di Roban, Sungujaya Udanriris, Sidarangga di Dalepih, si Gadhung - Kedhunggarunggung, Genapura – Majapura, Ki Logenjang di Juwana, Rembang si Bajulbali, Ki Lender di Wirasaba, Madura - Ki Butagrigis, Matesih – si Jaranpanolih, Ki Londir - Pacangakan, si Landhep di Jataisari, Ondar-andir – di Jatimalang, Arya Tiron di Lodhaya, Sarpaabangsa di Pening, Perangtandanag di Kasanga, di Crewek Ki Mandamandi, setan telagapasir julukan Ki Jalingkung, Kalanadhah ing Tuntang, Bancuri Kalabancuri, Ragadungik di Randhulawang, di Sendhang Retna Pengasih, Butakapaa di Prambanan, Bok Sampurna di Wilis, Raden Galinggangjati di Gajahmungkur, si Gendruk di Talpegat, Ngembet - Raden Panjisari, dan lain-lain yang tak dapat saya sebutkan lagi satu persatu.

Sahabatku Danyang tanah Nusantara, aku telah kunjungi wakilmu di desa Lipura, Parangkusuma, Gua Langse dan Kayangan di Ndlepeh, mengharap bantuan kalian. Aku hanya bisa berdoa disana, seraya mengharap kalau nanti Gunung Merapi Meletus, Laharnya Berbau Amis, maka itulah tanda kalian bergerak membantu membereskan Tanah Nusantara. Sekarang saya tinggal berdoa, agar diberi umur panjang, agar dapat menyaksikan kebenaran Hukum Karma yang akan menimpa para petinggi negara.

Perubahan besar harus sudah dimulai, Gunung Merapi telah Meletus, Laharnya Berbau Amis karena darah manusia tercecer membasahi bumi, akibat manusia tertimpa reruntuhan bangunan.

Salam hormat,
Ki Jero Martani

Tidak ada komentar: