Keris Sangkelat dan Crubuk

Alkisah Sunan Kalijaga mendatangi sanggar Mpu Supa yang sedang sibuk membuat senjata. Mpu Supa adalah suami dari Dewi Rasawulan, adik Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga meminta tolong untuk dibuatkan keris coten-sembelih (pegangan lebai untuk menyembelih kambing). Lalu oleh beliau diberikan calon besi yang ukurannya sebesar biji asam jawa.

Mengetahui besarnya calon besi tersebut, Empu Supa sedikit terkejut. Ia berkata "Sunan, besi ini bobotnya berat sekali, tak seimbang dengan besar wujudnya. Akan tetapi apakah besi sebesar biji asam jawa ini cukup dibuat keris ?". Lalu Sunan Kalijaga berkata : "Nak, besi itu tidak hanya sebesar biji asam jawa tetapi besarnya seperti gunung". Karena ampuh perkataan Sunan Kalijaga, pada waktu itu juga besi menjelma sebesar gunung.

Hati empu Supa menjadi gugup, karena mengetahui bahwa Sunan Kalijaga memang benar-benar wali yang dikasihi oleh Pencipta Kehidupan, yang bebas mencipta apapun. Lantara itu, empu Supa berlutut dan takut. "Sunan, bila besi sebesar itu, saya tidak sanggup mengerjakan karena tidak dapat dijepit." Sunan Kalijaga berkata lagi "Nak sebenarnya besi itu besarnya hanyalah sebesar biji asam jawa saja. Pada saat itu juga besi kembali menjadi sebesar asam jawa lagi.

Ringkas cerita, besipun kemudian dikerjakan. Tidak lama, jadilah keris, kemudian diserahkan kepada Sunan Kalijaga. Akan tetapi anehnya begitu melihat bentuknya, seketika juga Sunan Kalijaga menjadi kaget, sampai beberapa saat tidak dapat berbicara karena kagum dan tersentuh perasaannya, karena hasil kejadian keris itu berbeda jauh sekali dengan yang dimaksudkan. Maksud semula untuk dijadikan pegangan lebai, ternyata yang dihasilkan keris Jawa (baca Nusantara) asli Majapahit, luk tiga belas bagus sekali serta indah warangka-nya, tetapi sepi dari sifat-sifat keislaman. Sebenarnya, begitu mengetahui keindahan keris, perasaan Sunan Kalijaga agak tersentuh, oleh karena itu mengamatinya sempai puas tidak bosan-bosannya. Kemudian ia berkata sambil tertawa, ”Nak, keris ini bagus sekali. Akan tetapi bila dipergunakan oleh santri tidaklah pantas. Keris ini pantas menjadi pegangan Raja yang menguasai Nusantara. Karena berwarna kemerahan, keris ini saya namakan dapur Sangkelat (artinya bersemu merah). Sekarang keris ini saya kembalikan, simpan ! Bagaimana akan kejadiannya nanti, saya sendiri tidak tahu. Selain Tuhan Yang Maha Esa yang menjelaskannya. Akan tetapi sekarang saya minta dibuatkan keris lagi yang patut digunakan oleh santri.

Empu Supa diberi lagi besi yang ukurannya sebesar kemiri. Setelah dikerjakan, jadilah sebilah keris mirip pedang suduk (seperti golok atau belati). Begitu mengetahui wujud keris yang dihasilkan sunan Kalijaga sangat senang hatinya. Dapur keris itu disebut Crubuk.

Dikutip dari Babad Demak, R. Atmodarminto

---oOo---

Sodara-sodaraku, Sunan Kalijaga pada saat itu adalah merupakan pemimpin gerakan Islam yang berkolaborasi dengan penguasa mendirikan Kabupaten Islam Bintara. Sedangkan Empu Supa adalah pemimpin gerakan rakyat yang memiliki cita-cita hendak membangun negara nasional seperti jaman Gajah Mada dahulu akan tetapi bebas dari tataran kasta. Mungkin dengan maksud untuk mengganti kerajaan Majapahit yang waktu itu telah rapuh.

Empu Supa disuruh membuat keris untuk menyembelih kambing oleh Sunan Kalijaga, yang bisa jadi merupakan perlambang bahwa gerakan islam meminta bantuan pada kaum nasionalis yang merupakan gerakan rakyat pada saat itu, supaya mau memberikan dukungan kekuatan untuk mendirikan kabupaten Islam Bintara.

Bakal besi sebesar asam jawa, namun bobotnya berat sekali adalah perlambang bahwa meski Islam Bintara itu kecil, tetapi memiliki bobot gerakan Islam yang pada saat itu sudah menjadi beban yang berat, menguras tenaga dan pikiran. Tentulah Empu Supa kecewa, karena bakal besi itu terlalu kecil, sedangkan gerakan rakyat telah mempunyai cita-cita yang lebih besar. Lalu disabdakan bahwa – besi sebesar biji asam jawa manjadi gunung, itu perlambang bahwa meski kabupaten Islam Bintara memang kecil, tetapi jika gerakan rakyat turut bergabung, niscaya kekuatannya menjadi sangat besar.

Empu Supa mengatakan tidak sanggup menggarap besi yang sebesar gunung. Ini dimaksudkan bahwa kabupaten Islam Bintara yang mengutamakan kebudayaan Arab, yang berbeda dengan kebudayaan Majapahit, akan sulit sekali untuk dibangun menjadi kerajaan nasional yang memiliki kewajiban melindungi seluruh penduduk yang menganut kepercayaan, adat serta tata cara beraneka warna.

Lalu oleh Empu Supa bakal besi di garap menjadi Keris Nusantara asli Majapahit yang sangat bagus, tetapi kosong dari sifat Islam. Ini dimaksudkan bahwa gerakan rakyat yang dipimpin Mpu Supa tetap menghindari pembentukan kabupaten Bintara yang didasarkan oleh agama Islam, tetapi tetap pada pendirian, untuk membangun negara nasional Nusantara yang bebas dari tatanan kasta dan tidak didasarkan pada salah satu agama, sebagai ganti kerajaan Majapahit yang berlandaskan Syiwa-Buddha.

Dinamakan keris Jawa / Nusantara bercorak Majapahit, menjadi perlambang bahwa kebudayaan Nusantara asli, menolak tatanan kasta tetapi mengakui kebudayaan Majapahit seperti masa Hayam Wuruk dahulu.

Keris sangkelat berwarna kemerahan , merupakan perlambang kuatnya potensi gerakan kelompok Empu Supa pada saat itu. Sunan Kalijaga melihat keris Sangkelat merasa tersentuh. Maksudnya, sesungguhnya Sunan Kalijaga sangat setuju dengan arah dan cita-cita perjuangan kelompok empu supa. Lalu keris sangkelat diberikan kembali kepada Empu Supa, ini menjadi ibarat bahwa pada waktu itu gerakan islam yang dipimpin para wali, belum berani memiliki cita-cita untuk mendirikan kerajaan Nasional Nusantara, tetrapi hanya menyerahkan harapan tersebut diselanggarakan terlebih dahulu di tangan gerakan rakyat yang dipimpin oleh Empu Supa.

Sunan Kalijaga memerintahkan agar membuat lagi keris dapur Crubuk, maksudnya bahwa meskipun tidak cenderung dengan berdirinya kabupaten Islam Bintara, tetapi gerakan Islam memaksa meminta dukungan supaya kelompok empu Supa bersedia ikut membantu perjuangannya.

Tidak ada komentar: