Cah angon, cah angon, peneken blimbing kuwi, lunyu-lunyu peneken, kanggo mbasuh dodotira. Hai gembala, panjatlah pohon blimbing itu. Meskipun licin, berusahalah untuk memanjat. Gunakan perasan buahnya untuk menyucikan dodot yang engkau pakai.
Gembala adalah perlambang penjaga rakyat. Penjaga yang bertugas untuk menuntun rakyat atau domba-dombanya kepadang rumput subur, yang memberi kesejahteraan lahir dan bathin. Dodot adalah kain panjang yang digunakan oleh para raja dan nara praja. Dalam hal ini dodot dikaitkan dengan pakaian – atau ageman para raja. Apa yang menjadi pegangan, yaitu adalah Agama Ageming Aji – agama yang menjadi pegangannya para raja.
Lagu ini menghimbau para pemimpin negara untuk memperbaiki perilaku dan keyakinan mereka. Agama bukan hanya untuk formalitas kekuasaan, akan tetapi benar-benar untuk di lakoni. Gembala disuruh memanjat pohon belimbing. Banyak yang salah kaprah, katanya belimbing perlambang Islam, karena kulitnya bergaris lima, dan rukun islam berjumlah lima. Demikiankah yang dimaksud ? Jawabannya belum tentu. Kalau yang dimaksud dengan rukun islam, tentu tidak disimbolkan dengan memanjat pohon belimbing yang licin. Belimbing buahnya untuk digunakan ’membersihkan’ dodot atau pakaian yang kotor. Bicara agama sebagai kepercayaan tok, tentu tidak bisa digunakan untuk menyucikan perilaku kotor.
Dalam sejarah jawa kuno, buah belimbing dengan lima garis merupakan perlambang Pancasila Buddhis, lima sila kemoralan. Kelima sila itu terdiri dari menghindari pembunuhan, pencurian, perbuatan asusila, kebohonan, mabuk. Inilah sila atau perilaku yang dikenal di khazanah budaya jawa kuno pada saat itu. Pancasila Buddhi ini tidak hanya untuk penyelenggara negara saja, tetapi untuk seluruh masyarakat. Tetapi sebagai panutan, walau susah, seorang pemimpin harus melaksanakan kelima hal di atas.
Pemimpin bangsa pada hakikatnya adalah para gembala yang berdodot, karena itulah tembang ilir-ilir ini, walau sudah banyak dilupakan, rasanya masih relevan untuk direnungkan, oleh para legislatif yang masih seperti murid TK. Pimpinan yudikatif yang mengobrak-abrik hukum itu sendiri. Dan para eksekutif yang sudah mulai menggali kapak perang, jauh sebelum pertandingan dimulai.
---
Hai para pemimpin negeri, bersihkan perilakumu dengan nglakoni buah belimbing - Pancasila Buddhi. Walau untuk melaksanakan itu, harus lewat jalan licin, terjal dan berliku, patutlah engkau usahakan. Sebelum domba-dombamu berontak, karena muak melihat perilaku gembala yang membikin derita para domba.
Salam Hangat,
Ki Jero Martani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar