Istri Setia, Teman Dikala Suka dan Duka magnify
Alkisah ada sebuah cerita tentang Dewi Sawitri yang bersuamikan Sang Setiawan. Ketika hari Sang Setiawan akan menemui ajalnya, di pagi buta Dewi Sawitri menghampiri suaminya dan berkata ”Kakanda, perkenankanlah hamba menemanimu ke dalam Hutan, hamba tak kuasa bercerai dengan Kakanda. Perkenankan hamba menemanimu dalam mencari kayu”
Setiawan berujar sambil mendelik ”Dinda, engkau belum pernah masuk hutan selebat itu, bagaimana engkau akan berjalan ? Engkau masih terlalu lemah akibat puasa dan tapamu itu”. Dewi Sawitri menyahut ” Hamba tiada lelah oleh puasa, dan apa yang sudah hamba putuskan, harus hamba kerjakan”. Akhirnya Sang Mertua, Brahmana Raja Jumat Sena dan suaminya Sang Setiawan mengabulkan permintaan, karena sesungguhnya, selama berada di pertapaan, Sang Sawitri belum pernah sekalipun mengajukan suatu permintaan.
Maka berjalanlah dewi Sawitri di belakang suaminya dengan rasa pilu dan hati teriris sembilu, sambil menantikan saat kematian suaminya, yang telah ditetapkan oleh dewata. Setelah mengumpulkan buah-buahan di keranjang, maka mulailah Setiawan membelah kayu. Tetapi tiba-tiba keluar peluh yang membasahi tubuh dan menyebabkan sakit dahsyat di kepalanya. Sambil sempoyongan menahan derita, Setiawan menghampiri Dewi Sawitri sambil berkata.
”Adinda, kepala kakanda sakit bagai ditikam lembing, kakanda tak kuasa berdiri, biarlah kakanda tidur sejenak”. Lalu Dewi Sawitri menghampiri suaminya, dan duduk bersimpuh di tanah. Kepala Sang Suami tercinta, diletakkannya dipangkuannya. Lalu ia teringat sabda Batara Narada, serta sadar bahwa inilah saat ajal Setiawan, jam dan harinya telah tiba. Pada saat itu juga, datanglah sosok bermahkota, matanya merah, seram sikapnya dengan sebuah jerat di tangannya, sungguh menakutkan wujudnya. Ia adalah Batara Yama dan berdiri tegak di sisi Setiawan. Batara Yama berkata : ”Hai Sawitri, suamimu hidupnya telah habis”. Setelah itu, Dia berjalan pergi dengan menjerat serta membawa nyawa Setiawan.
Dewi Sawitri, istri yang setia, yang telah berusaha memenuhi janji perkawinan, penuh pengabdian pada suami, dengan rasa pilu mengikuti Batara Yama. Dan bersabdalah Sang Bhatara : ”Kembalilah hai Sawitri, berbuatlah untuk merawat mayat suamimu, kau telah memenuhi segala kewajiban terhadap suamimu”. Jawab Sawitri : ”Ke mana junjungan hamba dibawa, ke situlah hamba pergi. Oleh karena itu, janganlah kau tolak perjalanan hamba ini, duh Gusti Bhatara”. “Perkataan-mu itu, sungguh tinggi artinya, oleh karena itu, mintalah sesuatu, pasti akan kukabulkan, asalkan jangan minta mayat suamimu dihidupkan lagi”
Jawab Sawitri : “Kembalikan kerajaan, kekuasaan, dan kesehatan mertua hamba, sehingga beliau dapat melihat kembali”. Sabda Batara Yama “Permintaanmu akan kuberi, kembalilah kamu supaya tidak lelah di jalan”. Tetapi kata Dewi Sawitri “Hamba tidak akan payah selama berdampingan dengan suami hamba, karena sekali hamba bercampur dengan seorang yang berbudi, selama itu hamba akan mengabdi”. Mendengar perkataan itu, Batara bersabda “Perkataanmu itu sungguh menyenangkan orang budiman, oleh karena itu mintalah sekali lagi, asal tidak minta hidupnya Sang Setiawan”. Dewi Sawitri menjawab :
“Mohon kami diberi 100 orang putera, dan hidup di suatu kerajaan, panjang-punjung, pasir wukir, gemah ripah loh jinawi, tata tentram karta raharja”. Lalu Batara Yama menjawab, “100 orang putera yang gagah perkasa, bahagia sempurna, akan kuberi dan sekarang kembalilah Sawitri, karena kau telah berjalan terlalu jauh.
Jawab Dewi Sawitri : “Bagaimana hamba dapat berputera 100 orang, apabila hamba tak bersuami, tak ada gunanya hamba selamat dan bahagia, jika suami hamba tak ada. Oleh karena itu, hidupkanlah Sang Setiawan junjungan hamba”. Lalu batara Yama : “Baiklah kulepas nyawa suamimu, berbahagialah engkau dengan junjunganmu. Dan Setiawan, akan kuberi usia 100 tahun”
Sesudah mengabulkan permintaan dewi Sawitri, maka lenyaplah batara Yama dan pergilah Sawitri ke tempat suaminya berbaring. Dengan perlahan-lahan duduk bersimpuh dan mengangkat kepala Setiawan ke haribaannya. Tak lama kemudian, Setiawan membuka matanya bagaikan orang tidur terlalu lama, Dewi Sawitri dengan perasaan haru, sambil menyanggul rambutnya memelukkan tangannya kepada Sang Suami tercinta.
Waktu itu hari telah larut malam, kedua insan yang berbahagia itu sedang bersiap-siap hendak pulang ke pertapaan. Sementara itu Prabu Jumat Sena yang berada di pertapaan sangat terkejut, karena tiba-tiba ia dapat melihat kembali. Dengan rasa bahagia dan bersyukur kepada Yang Maha Kuasa, belalu menanti kedatangan putra-putrinya. Tak lama kemudian datanglah Setiawan dengan Dewi Sawitri dan sambil bersujud dan berceritalah dewi Sawitri di hadapan mertuanya apa yang telah dialaminya selama di Hutan, serta bagaimana perjumpaannya dengan Betara Yama.
Moral Cerita
Apakah hikmah dari cerita tersebut ? Saya mohon para pembaca yang budiman mencarinya sendiri. Dari cerita tersebut, yang jelas, bahwa Setiawan “mati”, adalah perlambang atau kiasan. Setiap istri bisa saja mendapatkan malapetaka seperti halnya Sawitri, dimana suaminya “kepaten pangan”, mati sandang pangannya, hilang rejeki, mati semangatnya, dan mati kepercayaan dirinya.
Pada saat itulah, nilai seorang wanita sebagai istri diuji kesetiannya, sanggupkah Sang Istri mengembalikan atau menghidupkan kembali semangat dan kepercayaan suaminya ? Jangan malah ditinggal pergi.
Dari cerita tersebut, ternyata Sawitri mampu dan sanggup membangun kembali semangat hidup Sang Suami. Sehingga Setiawan dapat bangkit kembali dari “kematian”-nya.
Ditengah kesulitan hidup, tekanan ekonomi, situasi bisnis yang tidak menentu, mampukah anda berlaksana bak Dewi Sawitri - yang terus mendukung Sang Setiawan - agar terus tegak dan mampu berjuang sebagai Nahkoda yang akan menyelamatkan bahtera keluarga di tengah amuk badai, yang kalian hadapi ?
[ Di sarikan dari buku Wayang dan Karakter Wanita ]
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar