Janji Adalah Hutang

Rasulullah saw bersabda
اَلْعِدَةُ دَيْنٌ
Janji adalah hutang.

Ketika kampanye pemilihan Presiden dahulu, Susilo Bambang Yudhoyono dapat merebut simpati rakyat, dengan memberikan janji untuk melaksanakan ”perubahan secara cepat” terhadap permasalahan bangsa dan negara. Setelah terpilih, maka menggelegar bagai guntur di kemarau panjang, program 100 hari, yang seolah memberi harapan adanya perubahan cepat yang di dengung-dengungkan selama kampanye. Hanya dengan seratus hari, akan ada hujan yang akan menyejukkan seluruh rakyat Indonesia. Namun ternyata, hujan kesejahteraan yang didengungkan, tidak pernah datang, bahkan rakyat makin menjerit, karena kemarau kemelaratan, sulitnya lapangan pekerjaan, harga-harga nan melambung tinggi, seolah tidak ada solusi dan para pimpinan seolah buta dan tuli.

Oktober mendatang Presiden SBY memasuki tahun ketiga masa pemerintahannya. Hal ini berarti masih ada sekitar 2 tahun bagi eksekutif hasil Pemilihan Presiden 2004 untuk bekerja dan menuntaskan tugas-tugas yang belum terselesaikan. Menurut perhitungan kalender, waktu 2 tahun mungkin dapat dikatakan cukup panjang, namun dalam urusan politik dan kenegaraan yang demikian kompleks, waktu yang tersisa dapat dikatakan relatif pendek. Bahkan jika dikaitkan dengan persiapan menghadapi pemilihan umum, waktu yang tersisa praktis lebih pendek lagi, karena menjelang pemilihan umum, fokus perhatian dan pelaksanaan tugas, baik eksekutif maupun legislatif biasanya hanya sampai dengan pertengahan 2008, dan setelah itu, lebih berkonsentrasi pada persiapan menghadapi pemilu 2009.

Dengan terbatasnya waktu yang tersedia, masyarakat sebenarnya sangat mengharapkan agar pemerintah (presiden dan perangkatnya) dapat segera menuntaskan segala permasalahan yang dihadapi oleh bangsa dan negara ini. Karena perubahan cepat yang diharapkan tak kunjung datang, dan yang ada hanya program tebar pesona, maka masalah krusial yang dihadapi sekarang adalah merosotnya tingkat kepercayaan publik terhadap duet Presiden Susilo Bambang Yudhoyono – Wakil Presiden Yusuf Kalla, merosot hingga hanya tinggal 49%, padahal pada Desember 2006 popularitas SBY masih kisaran 67%. Bahkan hasil survey Van Zorge pada Januari 2007 lebih buruk lagi, popularitas SBY tinggal 25% (Kompas, 3 April 2007). LSI memprediksi, tahun 2009, tingkat kepercayaan publik terhadap SBY tinggal 30%. Sedangkan tingkat keterpilihan (probabilitas) SBY yang sekarang berada pada kisaran 38%, pada 2009 tinggal 25-30% (Kompas, 11 April 2007).

Angka kemiskinan bukannya berkurang bahkan makin bertambah. Dalam 2 tahun masa pemerintahan SBY, angka kemiskinan terus meningkat (sekarang sekitar 50 juta termasuk diantaranya sangat miskin 20 juta), pengangguran terbuka bertambnah menjadi 11.6 juta berarti sekitar 10,84% dari jumlah penduduk (belum lagi pengangguran terselubung), sementara itu pemerintah sangat bangga dengan pelunasan hutang ke IMF yang dikatakan sebuah prestasi pemerintah.

Angka pengangguran terbuka di atas 10% ini amat tinggi jika dibandingkan dengan beberapa negara asia lain, seperti Vietnam (6.1%); Thailand (1.5%), Malaysia (3.4%), Korea (3.7%) dan Singapura (4.8%).

Investasi yang dijanjikan juga tidak kunjung datang. Kompas tanggal 18 oktober 2006 menulis bahwa selama 2 tahun berkuasa SBY sudah melakukan kunjungan ke 27 negara (sampai dengan oktober 2007) sudah lebih 30 negara. Bila dirata-rata, berarti setiap bulan SBY melakukan kunjungan ke luar negeri. Padahal waktu kampanye, SBY pernah mengatakan akan mengurangi kunjungan ke luar negeri bila terpilih menjadi presiden dan akan memprioritaskan urusan dalam negeri.

Namun sayangnya, SBY sendiri mengakui bahwa, kunjungan tersebut belum memberikan hasil apa-apa, khususnya bagi peningkatan investasi di Indonesia. Dengan kata lain, pemerintah telah GAGAL TOTAL dalam menarik investor ke Indonesia, padahal ketika berkunjung ke negara-negara Timur Tengah, SBY mengatakan akan menyambut investor dengan karpet merah, namun nyatanya investor Arab lebih memilih menanamkan modal mereka di China, Vietnam, Korea Selatan, dan negara-negara lain, dan tidak ada yang diinvestasikan di Indonesia.

Politik perberasan juga sangat memukul petani terutama dengan adanya kebijakan impor beras. Operasi pasar yang diharapkan dapat membantu rakyat miskin untuk menyambung hidup sehari-hari ternyata hasilnya sangat tidak memuaskan dan boleh dikatakan gagal. Di tengah mitos gemah ripah loh jinawi maka rakyat Indonesia, bagi tikus mati di lumbung padi.

Politik luar negeri juga amburadul, negara kita hampir ”dijual” dengan adanya perjanjian kerja sama Pertahanan dengan Singapura (Defence Cooperation Aggreement) antara Pemerintah Indonesia dengan Singapura. Dimana kalau dicermati dengan seksama menunjukkan betapa lemahnya posisi Indonesia sebagai negara yang berdaulat dengan luas wilayah dari Sabang Sampai Merauke, berhadapan dengan sebuah negara kota seperti Singapura. Untunglah partai oposisi dengan garang mengkritik habis perjanjian ini, sehingga akhirnya dibatalkan.

Dari fakta-fakta di atas, sudah jelas, kita harus hati-hati dengan janji-janji manis para pemimpin. Janji-janji yang tidak di lengkapi dengan strategi untuk implementasi, hanyalah hayalan dari orang yang selalu merasa bisa namun tidak bisa merasa (rumangsa bisa ning ora bisa rumangsa). Sepertinya bangsa ini perlu lebih cerdas memilih pemimpin. Percuma kita memilih pakar bicara namun tanpa karya, percumah memilih yang kelihatan gagah namun hatinya ragu dan lemah. Percuma memilih orang yang hanya pandai menebar janji tanpa implementasi.

Sodara-sodara sebangsa dan setanah air,

Rasulullah saw bersabda, Janji Adalah Hutang. Dan Hei Susilo Bambang Yudhoyono, Pemimpin Tertinggi di Republik ini, simaklah surat al-Isra ayat 34, dimana Allah swt berfirman:

... وَاَوْفُوْا بِالْعَهْدِ اِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْؤُوْلاً
... dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya.

Mana janji perubahan cepat yang engkau umbar saat kampanye dulu ? Jangan-jangan ketika mengucap janji dahulu itu, kamu sendiri tidak tahu strategi untuk implementasinya. Hanya di mulut saja, dan hanya untuk keinginan sesaat merebut kedudukan, kamu tega membohongi berjuta-juta rakyat Indonesia, yang menaruh harap kepadamu.

Aku tidak berani menyebut engkau bodoh, karena engkau mempersepsikan dirimu sebagai seorang jenderal dan doktor pertamian yang luar biasa pintar. Karena aku menganggap kamu tidak bodoh, maka terpaksa aku berkesimpulan bahwa engkau adalah orang yang telah berani melanggar janjimu sendiri. Ingatlah hai SBY, janji adalah hutang, penuhilah itu, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggung jawabannya. Hentikan merancang alasan kegagalan anda ... rakyat tak butuh tebar pesona, mereka butuh karya nyata ... mengaku sajalah bahwa ketika berjanji dulu, anda belum tahu bagaimana cara mengimplementasi janji anda...

Hei pemimpin-pemimpin Indonesia masa depan, mohon simak serpihan serat wedhatama di bawah ini, camkan maknanya, jangan pernah engkau merasa bisa namun tak pernah bisa merasa.

Ngelmu iku
Kalakone kanthi laku
Lekase lawan kas
Tegese kas nyantosani
Setya budaya pangekese dur angkara
Jangan percaya lagi, pimpinan tebar janji tanpa implementasi,
Jaya kembali tanah nusantara,
merdeka ... merdeka ... merdeka !!!

Kaki Gunung Wilis, 10 Oktober 2007
Salam sayang selalu,
Ki Jero Martani

1 komentar:

Alumni UMY mengatakan...

Ki,
yang betul bukan "setya budaya pengekese dur angkara" tapi "sedya pudya pangekese dur angkara" artinya selalu siap-sedia menahan hawa nafsu.

Ki Wahyu - Ngayogyakarta Hadiningrat