Khianat Si Anak Bejat

Sodara-sodara sebangsa dan se tanah air,

Sebuah babad / cerita tentang jatuhnya majapahit menceritakan bahwa dari karomah para wali, ketika keris Sunan Giri ditarik, keluar ribuan tawon yang menyerang dan menyengati orang majapahit. Dari mahkota Sunan Gunung Jati Cirebon keluar beribu-ribu tikus, menggerogoti bekal dan pelana kuda prajurit Majapahit sehingga bubar, karena dikerubuti tikus. Peti dari palembang ada di tengah perang dibuka keluar demitnya, orang Majapahit geger karena ditenung demit. Sang Prabu Brawijaya wafat mikraj. Kejadian itu, ditandai dengan candrasengkala Sirna Hilang Kertaning Bumi (1400 tahun jawa) - hilang sudah kesejahteraan "bumi" nusantara. Tancep kayon.

Apakah kita percaya begitu saja dengan cerita itu ? Benarkah kerajaan Majapahit yang meliputi seluruh perdikan Nusantara ini hancur hanya gara-gara tawon, tikus dan demit. Bagi yang menelan mentah-mentah cerita itu, tentulah kurang daya pikirnya. Cerita yang demikian itu aneh tak masuk akal, tidak cocok lahir dan bathin. Itu hanyalah perlambang, karena apabila diterangkan sesungguhnya akan membuka rahasia Majapahit, karena itulah diberi pasemon agar orang berfikir sendiri.

Sahabatku,

Tikus itu wataknya remeh, tetapi lama-lama apabila dibiarkan akan berkembang biak. Ini adalah perlambang para ulama, yang ketika baru sampai di Jawa meminta perlindungan kepada Sang Prabu Brawijaya di Majapahit, sesudah diberi, balas merusak.

Tawon itu pembawa madu yang rasanya manis, senjatanya berada di anus. Adapun tempat tinggalnya di dalam tala, artinya tadinya ketika di muka memakai kata-kata yang manis, akhirnya menyengat dari belakang. Adapun tala artinya mentala “tega” merusak majapahit, siapapun yang mendengarnya pasti marah.

Adapun demit diberi wadah peti dari Palembang, setelah dibuka berbunyi menggelegar, artinya Palembang itu mlembang, yaitu ganti agama. Peti artinya wadah yang tertutup untuk mewadahi barang yang samar. Demit artinya samar, remit, rungsid. Demit itu juga tukang santet, adapun kupasannya demikian : hancurnya Negeri Majapahit dengan disantet secara samar, menyerang diam-diam ketika hari raya grebeg. Berdalih pawai menghadap raja, ternyata maksudnya menyerang. Orang Majapahit tidak siap senjata, tahu-tahu Adipati Terung sudah membantu Adipati Demak. Dibinasakan seluruh tentara, dibunuh rakyat tak bersalah, dibakar seluruh kitab kerajaan. Papa nista hina cara.

Sejak jaman dahulu kala, belum pernah ada kerajaan besar seperti Majapahit hancur dengan disengat tawon serta digerogoti tikus saja, dan bubarnya orang sekerajaan hanya karena disantet demit. Hancurnya Majapahit suaranya menggelegar, terdengar sampai ke negara mana-mana, kehancuran tersebut karena diserang oleh anaknya sendiri yaitu Adipati Demak dibantu Wali Delapan atau Sunan Delapan yang disujudi orang Jawa. Mereka semua memberontak dengan licik.

Sebelum Majapahit hancur, burung kuntul itu belum ada kuncirnya. Setelah negara pindah ke Demak, keadaan Jawa juga berubah. Lantas ada burung kuntul memakai kuncir. Prabu Brawijaya disindir, kebo kombang atine entek dimangsa tuma kinjir. Kebo artinya kerbau yakni raja perkasa, kombang artinya diam tapi suaranya riuh, yaitu Prabu Brawijaya tak habis pikir ketika Majapahit hancur. Maksudnya diam marah saja, tidak berkenan melawan dengan perang. Adapun tuma kinjir itu kutu babi hutan. Tuma artinya tuman “terbiasa”, babi hutan itu juga bernama andapan, yaitu Raden Patah ketika sampai di Majapahit bersujud kepada Ayahnda sang Prabu. Waktu itu diberi pangkat, artinya mendapat simpati dari Sang Prabu. Tapi akhirnya memerangi dan merebut tahta, tidak berfikir benar atau salah, sampai Sang Prabu sendiri tak habis pikir.

Adapun kuntul memakai kuncir itu pasemon Sultan Demak. Ia mengejek-ngejek kepada Sang Prabu, karena agamanya Buda Kawak kafir kufur. Makanya Gusti Allah memberi pasemon gitok kuntul kinuciran. Artinya lihatlah tengkukmu, ibumu putri Cina, tidak boleh menghina kepada orang lain agama. Sultan Demak - Sang Prabu Jimbun itu dari tiga benih. Asalnya Jawa, yaitu Sang Prabu Brawijaya, maka Sang Prabu Jimbun besar hati menginginkan tahta raja, ingin cepat kaya sesuai sifat ibunya. Adapun berani tanpa pikir itu dari sifat Sang Arya Damar, karena Arya Damar itu ibune putri raksasa, senang minum darah, sifatnya sia-sia. Maka sejak itu ada kuntul memakai kuncir, itu sudah kehendak Allah, tidak hanya Sunan Demak sendiri saya yang diperingatkan mengakui kesalahannya, tetapi juga para wali lainnya.

Apabila tidak mau mengakui kesalahannya, dosanya lahir batin. Maka namanya wali diartikan walikan, dibaiki membalas kejahatan.

Cuplikan cerita di atas saya ambil dari kitab sabda palon noyo genggong. Mudah-mudahan tidak diartikan sebagai penghinaan terhadap suatu kepercayaan, tetapi semata-semata sebagai kajian sejarah yang disikapi dengan pikiran jernih dan obyektif, tentang perilaku manusia-manusia penganut kepercayaan itu sendiri.

Jika terjadi penyimpangan, percayalah ! itu bukan karena ajarannya yang salah, akan tetapi ulah pelaku-pelaku yang mengaburkan kebenaran untuk pembenaran tindakan yang dipenuhi hawa nafsu.

Sodara-sodara senasib sepenanggungan,

Lima ratus tahun berlalu sudah cerita, tanah perdikan yang konon kaya raya, luas membentang antar dua benua, jumlah rakyat berjuta-juta, baru bangkit dari terjajah hina nestapa, merdeka, bergema se asia africa, lalu kembali buram, didera bencana dan tiba di senjakala.

Tikus-tikus koruptor menggerogoti dengan ganas anggaran negara – merata dari sabang sampai merauke.

Tawon-tawon nayapraja utama penjilat, bermulut manis yang berhati jahat, sewaktu-waktu siap menikam kawan seiring penggunting dalam lipatan alias khianat, hanya untuk mendapat kedudukan sebagai anggota dewan yang terhormat.

Para dedemit datang dengan janji manis investasi, bercokol di bank-bank dan lembaga keuangan lain, di industri-industri strategis, yang sedang dijual obral oleh antek-antek nayapraja bermulut manis yang menyembunyikan senjatanya dipantat. Bukankah di"serah"kannya kendali sebagian besar perbankan dan industri-industri strategis, berarti menyerahkan rahasia dinamika perekonomian bangsa sehingga dengan mudah dikontrol oleh kepentingan asing ?

Para ulama bak burung kuntul, dari depan putih bersih mulus padahal dalam hatinya berkuncir. Pandai menjual ayat, padahal hatinya bejat.

Dan sudah tak kurang-kurang lagi orang yang diberi "kehidupan" di tanah Nusantara, malah berkhianat karena kepentingan perut sendiri.

Sang Prabu juga bagai kebo kumbang atine entek dimangsa tuma kinjir, kerbau gagah perkasa, namun hanya bisa menggerutu dan mengelus dada, mengeluh, mengadu, memelas, wacana, punya sederat alasan untuk tidak bertindak tegas terhadap kekacauan yang ada. Hei Prabu yang saya mestinya saya hormati, simaklah nasihat Prabu tanah seberang - Harry Truman kepada John F. Kennedy : "Setelah anda terpilih, Anda harus berhenti berkampanye".

Tinggal satu lagi lakon yang belum dimainkan ... sudahkah sidang pembaca menemukan anak bejat calon pengkhianat ? Ciri si Anak Bejat adalah bernafsu besar ingin merebut tahta, ingin cepat kaya dan bertindak berani - tanpa pikir panjang.

Kalau anda sudah menemukan, mari kita tunggu … bagaimana Senjakala terjadi !!!

Semoga eling dan tetap waspada, sehingga selamat tanah Nusantara.

Salam hangat,

Ki Jero Martani

Tidak ada komentar: