Laku Utama Raja Nusantara magnify
Nuladha laku utama, Tumraping wong tanah Jawi, Wong agung ing Ngeksiganda, Panembahan Senapati, Kapati amarsudi, Sudaning hawa lan nepsu, Pinesu tapa brata, Tanapi ing siyang ratri, Amamangun karyenak tyasing sasami
Samangsane pasamuwan, Mamangun marta martani, Sinambi ing saben mangsa, Kala-kalaning ngasepi, Lalana teka-teki, Nggayuh geyonganing kayun, Kayungyun eninging tyas, Sanityasa pinrihatin, Pungguh panggah cegah dhahar lawan guling
[Sinom Serat Wedhatama]
Sodara – sodara sebangsa dan setanah air,
Merujuk kitab sastra-nusantara jaman dahulu, salah satu pemimpin Nusantara yang dapat diteladani, adalah Panembahan Senopati. Raja Ngeksiganda atau Mataram yang memerintah dari tengah-temgah tanah Jawa. Beliau tekun, dan selalu berkehendak mengurangi hawa nafsu, melalui tapa brata yoga samadi. Siang malam selalu berusaha untuk membangun atau menciptakan kebahagian bagi sesama.
Jikalau berada di tengah-tengah pertemuan, selalu berusaha membangun semangat (ing madya mbangun kersa). Di depan beliau memberi teladan (ing ngarsa sung tulada), dan selalu mendorong agar nayapraja bersikat mandiri (tut wuri handayani). Apabila ada waktu luang, beliau berkelana keliling negeri, untuk melakukan tapa, demi mencapai cita-cita yang terpendam di tengah lubuk hati terdalam. Berusaha menjalankan laku prihatin, berpegang teguh tapa dengan mengurangi makan dan ”tidur”.
Demikianlah toladan pemimpin Gusti Panembahan Senapati. Kemampuan tinggi tidak muncul dari kelicikan dan tipu daya, tetapi dari pembawaan dan bakat untuk memegang kuasa. Dengan ”karisma” itu, orang tunduk tanpa tahu apa sebabnya, tanpa tahu apa rahasia kewibawaan dan kekuasaannya. Raja besar karena keagungan budinya, bagai singa berwibawa karena naluri alaminya. Mereka mendapat penghormatan, hati dan bahkan jiwa orang lain.
Di tambah dengan bakat-bakat dalam mendalami hal-hal spiritual, emosional dan intelektula, maka niscaya mereka akan muncul menjadi tokoh politik yang menonjol. Orang-orang seperti ini, dapat bekerja dan produktif, hanya dengan sikap dan gerakan isyarat, tanpa perlu banyak wacana, dan pidato panjang berapi-api.
Salam Hormat,
Ki Jero Martani
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar