Menepuk Air Di Dulang, Terpercik Muka Sendiri

Ada suatu perumpamaan kuno yang mengatakan bahwa, baik buruknya tanah, sangat ditentukan oleh tingkat kualitas airnya. Baik buruknya Nusantara masa depan, sangat tergantung dari kualitas insan yang dilahirkan di tanah ini. Walau kita mengalami duka nestapa, dengan bencana seperti tiada akhir, bagaimanapun juga, kita seharusnya masih berhutang pada tanah air, karena dilahirkan di bawah langit yang menguntungkan.

Tidak ada negeri, walau yang paling maju sekalipun, yang tidak memiliki cacat bawaan atau cacat lainnya. Dan perlu dipahami, mengumbar cacat dan kelemahan ini secara terus-menerus, menyebabkan negara-negara tetangga, cenderung mengail di air keruh. Berbarengan dengan gencar-gencarnya tahun pariwisata di Malaysia, seorang tukang Bom pergi ke Bali, dengan semangat yang katanya ”membela” agama, dan kebencian penuh terhadap bangsa Barat, di meluluh lantakkan bukan hanya bangunan, tetapi meruntuhkan industri pariwisata dan menjatuhkan perekonomian tanah Nusantara. Gelar pendatang Haram, dan pengusiran besar-besaran, benar-benar menginjak-injak harkat dan martabat bangsa.

Negara ”gagal” seperti Timor Leste, memandang Indonesia dengan sebelah mata. Australia atas nama HAM, menjadi tempat berlindung para separatis, dan dengan pongah berani mempertanyakan kebijakan yang diambil pemimpin negara. Singapura negara kota, dengan segala alasan, berani menolak perjanjian ekstradisi, sehingga jadi surga para koruptor, tukang tilep, penjarah BLBI, dan perampok duit rakyat Indonesia

Sodara-sodara sekalian,

Era reformasi memang, memberikan peluang setiap individu, mengutarakan pikirannya. Tapi itu berdampak pada perlombaan publikasi borok-borok yang ada di negara kita. Sekarang tidak hanya buruh atau petani, bahkan Presiden Republik Indonesia, dengan gagah tanpa dosa, mengungkapkan segala kelemahan yang ada di negeri ini, tanpa langkah nyata untuk memperbaikinya. Menurut saya, hal ini adalah sikap yang keliru.

Sekali lagi saya tekankan, tidak ada negeri, di atas bumi ini, sekalipun yang paling maju, tidak mempunyai cacat bawaan atau cacat-cacat lain. Publikasi terhadap cacat-cacat yang ada, tanpa ada usaha untuk menyelesaikannya, akan digunakan oleh negara-negara tetangga untuk berjaga-jaga bahkan terus mengail di air keruh.

Karena itulah, adalah suatu sikap yang terpuji, apabila kita lebih mengkonsentrasikan energi dan mencurahkan pemikiran untuk pembenahan, atau setidak-tidaknya tidak terlalu mengumbar segala kelemahan bangsa. Dengan berbuat seperti itu dari sekarang, semoga kita, dapat menyumbangkan sesuatu untuk, membangun kembali jati diri bangsa, dan berusaha menyongsong fajar cerah masa depan Tanah Nusantara.

Salam Hormat,



Ki Jero Martani

Tidak ada komentar: