Ngelmu

Ilmu dapat diraih dengan beberapa syarat. Syarat utamanya adalah kesungguhan yakni bersungguh-sungguh dalam memperteguh niat, untuk menumbangkan terlebih dahulu nafsu angkara. Nafsu besar yang selalu membelit diri dan meliput tiga alam - alam gaib, antara dan nyata. Jikalau nafsu ini tak dapat dikendalikan terlebih dahulu, maka dia akan menjadi sumber yang akan merebak jadi petaka.

Akan sangat berbeda dengan mereka yang gemar dalam bertapa. Dia akan memiliki sikap pemaaf terhadap pelaku kesalahan, selalu sabar karena menekuni jalan kebajikan. Tak tergiur akan godaan hati yang menyesatkan, terliputi keistimewaan oleh karena mendapat rahmat cinta, cinta kasih Hyang Widhi yang makin melimpah hingga menggunung. Semoga dapat bertemu dengan manusia seperti itu, karena dialah yang sangat layak diteladani dan didengar segala nasihatnya.

Tidak seperti zaman sekarang ini, banyak kaum muda membanggakan diri, karena baru mampu memaknai ayat. Belum tuntas menafsirkan ayat terburu berlagak mumpuni bagai seorang alim dari mesir. Sombong, sering meremehkan kemampuan orang lain. Yang seperti ini, tergolong orang yang mengaku-ngaku, (padahal) kemampuannya nyaris tak ada. Nilai-nilai budaya sendiri ditolak, sementara tetap lebih memilih mencari ilmu jauh hingga ke Mekah.

Tidakkah ia mengetahui bahwa inti yang tengah dicari sesungguhnya melekat pada diri ?. Dengan syarat ketekunan, dimanapun ilmu pada dasarnya tiada beda. Asalkan jujur dalam upaya meraih kecerdasan bathin, tatkala terkabul, niscaya terbukalah pintu kewibawaan hidup.

Ilmu diterima melalui pembuktian dan berfungsi setelah melalui pengendalian diri. Dalam hal pengendalian diri, para tokoh tanah Nusantara, sejak jaman dahulu selalu berpegang pada tiga hal, yaitu ikhlas dalam arti tiada rasa sesal saat kehilangan, sabar tatkala terkena fitnah oleh sesama manusia, dan rela menderita serta pasrah pada kuasa Sang Pemberi Hidup. Hyang Maha Agung terpatri kuat di setiap detak jantung. Ia bertakhta di dalam persemayaman suci.

Lain halnya mereka yang gemar mengumbar hawa nafsu, tiada habis mengumbar cerca tapa alasan terhadap suatu masalah. Hasratnya hanyalah marah, bak raksasa murka gemar menganiaya. Segenap kesalahan terperam dalam diri. Sifat cela disembunyikan dibalik kata-kata. Mengira bahwa tak seorangpun mengetahui. Kemurkaan diandalkan demi terhindarnya diri dari dakwaan. Belum memiliki kelebihan namun terburu merasa di atas rata-rata. Relung hatinya tersumbat oleh nafsu. Ruang pemikirannya yang sempit terpenuhi pamrih. Mustahil orang seperti itu berupaya mendekatkan pada Tuhan.

Walau berat, kumpulkanlah ilmu-ilmu bathin Nusantara, karena dia niscaya akan menjagamu dari azab derita. Jangan hanya mengumpulkan harta apalagi mengumbar angkara, karena engkau akan sibuk menjaga harta itu dan akan sibuk menangkis serangan akibat angkara yang engkau umbar.

Diinspirasi dari rangkaian tembang Pucung di Serat Wedhatama

Dirangkai kembali oleh
Ki Jero Martani

Tidak ada komentar: