Obat Bius

Di saat kita menjadi pemimpin dalam melaksanakan suatu proyek, berbagai badai penghadang terkadang melemahkan semangat kita. Di tahap persiapan, kita dihadapkan oleh masalah berubah-ubahnya lingkup pekerjaan. Para user , kehendaknya bagai laut tanpa batas, lingkup rencana yang telah disusun dengan baik dan ditetapkan, bisa berubah total, karena pendapat seseorang.

Belum lagi saat memilih lalu merancang langkah-langkah untuk mencapai tujuan. Apakah pondasinya menggunakan tiang pancang atau menggunakan pondasi jaring laba-laba, menghadapi keruwetan tersendiri. Masalah-masalah disbursment dan birokrasinya terkadang membuat rencana-rencana tak berjalan dengan semestinya. Masalah anggaran memang sangat memusingkan.

Kualitas yang tak sesuai dengan spesifikasi juga pasti pernah dialami. Closet dalam spesifikasi, mestinya bermerek ”Toto”, dalam pelaksanaannya diganti dengan merek ”Toyo” yang harganya setengah dari harga merek ”Toto”, begitu juga kualitasnya. Belum lagi komputer dalam spesifikasi bermerek ”Acer”, ternyata ketika diterima, hanya casing-nya saja, isinya diambil dari merek ”Ager”

Masalah internal tim kerja juga demikian. Anda menghadapi orang-orang yang merasa bisa tapi tak bisa merasa. Banyak cakap, benar-benar pakar alias tanpa karya, hanya omong doang. Komunikasi mandeg, pengawas dan pemeriksa datang terus menerus tiada henti dilengkapi gertak sambal yang mengerikan. Belum lagi cibiran masyarakat sekeliling yang penuh syak wasyangka dan pandangan negatif tentang proyek, bagaikan melihat tumpukan uang yang menggunung. Belum lagi ketika resiko bencana benar-benar terjadi.. Kontraktor-kontraktor dengan kecanggihannya dalam menjepit pimpinan proyek hingga jadi tak berkutik.

Badai demi badai datang bergelombang, masalah laksana tiada henti, semuanya itu bisa menurunkan semangat dan keyakinan akan keberhasilan dalam mencapai tujuan.

Uh... rasanya lelah sekali. Anda perlu ”obat bius” – untuk menahan rasa sakit – hingga amanah yang dibebankan, bisa sampai ke garis finish. Walau tercobak-cabik pakaian, walau kulit tergores penuh luka, walau muka hitam berlumur lumpur – anda harus bawa bendera perang dan menancapkannya di garis yang telah disepakati.

Di tengah badai yang bisa menyurukan semangat, hiburlah diri anda, dengan memikirkan ”warisan” yang dapat anda berikan kepada seluruh project stakeholder dan masyarakat sekitar. Bayangkan gedung-gedung kuliah yang megah, yang nantinya dapat dinikmati oleh mahasiswa yang mendemo anda, bayangkan komputer-komputer yang dilengkapi koneksi ke internet yang bisa dipakai oleh dosen-dosen yang mencaci maki anda, bayangkan ruang pimpinan yang layak dan terhormat, bagi dekan-dekan yang meremehkan kemampuan Anda.

Anda akan mewariskan sesuatu yang permanen, walau anda telah tiada, berpuluh tahun kemudian. Hasil keringat, ketabahan anda menerima cacian, ketebalan telinga anda dalam mendengar cibiran, akan terbayar di masa datang, karena anda telah memperbaiki kehidupan orang-orang, karena outcome dari proyek yang anda tangani. Tentu akan lebih indah lagi, ketika orang-orang dalam institusi anda, menggunakan hasil karya anda untuk menghasilkan karya-karya lain yang lebih berarti.

Sodara-sodara, ini belum tentu diartikan untuk mencari ketenaran, pengaruh atau tumpukan kekayaan, akan tetapi, yang akan lebih membahagiakan adalah, akan banyak orang yang melanjutkan misi anda, karena outcome dari proyek anda telah menjadi sarana utama agar orang lain mampu mengembangkan diri. Warisan anda akan dikenang sepanjang masa.

Mengelola proyek pastilah menemui banyak masalah, semoga tabah, dan selalu ingatlah outcome yang anda akan ”wariskan” pada institusi anda. Jadikanlah impian tentang kemajuan yang akan terjadi, menjadi obat bius yang mampu menahan rasa sakit akibat tusukan kerikil kecil dalam perjalanan menuju pelabuhan tujuan.

Maju terus pantang mundur. Merdeka !!!

Salam hangat,

Ki Jero Martani

Tidak ada komentar: