Peta Strategi - Strategy Map

Kumpulkanlah ilmu karena dia akan menjagamu, jika engkau hanya kumpulkan harta, maka kau akan sibuk menjaganya.

Ikang dharma ngaranya, henuning mara ring swarga ika, kadi gatining parahu, an henuning banyaga mentasing tasik.

Ikang kayatnan ri kagawayaning kama, artha, mwang moksa, dadi ika tan paphala, kunang ikang kayatnan ring dharmsadhana, niyata maphala ika, yadyapin angen-angen juga, maphala atika.

Dharma adalah merupakan jalan untuk pergi ke sorga, sebagai halnya perahu, sesungguhnya adalah merupakan alat bagi pedagang untuk mengarungi samodra.

Usaha tekun pada kerja mencari kama (kepuasan), artha (kekayaan) atau moksa, dapat terjadi dan terkadang berhasil, akan tetapi usaha tekun pada pelaksanaan dharma, tak tersangsikan lagi, pasti berhasil, sekalipun baru hanya dalam angan-angan saja.

Sodara-sodara peminat sastra-nusantara,

Bait-bait di atas memberikan keyakinan kepada kita, bahwa ilmu atau aktiva tak berwujud (intangible asset), lebih berharga daripada sekadar aktiva berwujud (tangible asset). Apakah yang membedakan antara Si Bejo tukang becak dengan yang terhormat Bapak Susilo Bambang Yudhoyono sang Presiden ? Keduanya memiliki ruh jasmani dengan struktur yang sama, kepala tangan kaki jantung paru dan lain-lain. Tetapi yang membedakan keduanya adalah ’ilmu’ yang mempengaruhi kualitas ’pikiran’ dan ’jiwa’ mereka. Ilmu inilah yang membawa si Bejo, menjalankan swadharma atau tugas jadi tukang becak, sedangkan ilmu pulalah, yang mengantarkan Bapak Susilo Bambang Yudhoyono sebagai ”Raja” di Tanah Nusantara. Pola yang sama di jagad alit, kita gunakan untuk jagad agung. Apakah yang membedakan antara sebuah kantor cabang Bank Central Asia dengan Bank Niaga atau Bank Pasar Harsanandi yang ada di Solo ?

Walau sama memiliki aset gedung, peralatan komputer, dan lain-lain, tetapi mereka berbeda, tingkat kemampuannya mengelola aktiva tak berwujud atau intangbile asset. Berupa apakah aktiva tak berwujud itu ? Tak lain adalah kemampuan dalam memuaskan pelanggan, kemampuan untuk melaksanakan proses terbaik untuk memuaskan pelanggan, serta ketersediaan sumber daya manusia yang berkompeten dan memiliki komitmen untuk melaksanakan proses internal yang ditetapkan.

Jadi untuk memenangkan persaingan di era yang turbulen ini, kita sudah harus berpaling dari keinginan sempit, untuk mengejar aspek finansial (artha) saja , melainkan lebih berkonsentrasi pada pemberdayaan aktiva tak berwujud (intangible asset) seperti kepuasan pelanggan akan produk dan layana (kama), dengan menyediakan aturan / proses internal terbaik (dharma) dan didukung oleh tenaga kerja yang kompeten dan berkomitmen tinggi, terhadap bidang tugasnya (swadharma). Karena kalau harta atau aspek finansial saja yang jadi tujuan, maka para pelaku ekonomi dapat menghalalkan segala cara untuk mencapainya. Inilah yang mengakibatkan macetnya roda ekonomi Nusantara seperti saat ini.

Karena itulah, untuk mengejar kekayaan atau keunggulan di bidang keuangan, sebuah perusahaan harus mampu mengembangkan tenaga kerja atau karyawan yang berkompeten dan memiliki semangat serta komitmen, bahwa bekerja itu adalah amanah (swadharma). Dengan semangat itu, maka Dharma atau aturan, sistem dan prosedur dalam organisasi dapat dijalankan dengan baik, sehingga terjadi proses internal yang baik. Proses internal akan menyebabkan kepuasan dari pelanggan (kama). Pelanggan lama yang setia dan pelanggan baru yang puas akan berdampak langsung terhadap keuntungan finansial (artha) perusahaan.

Keuntungan yang didapat, harus diputar kembali untuk membangun kepuasan pelanggan, memperbaiki prosedur internal dan meningkatkan kesejahteraan karyawan. Kalau lingkaran ini dijalankan, maka organisasi akan dapat melipatgandakan kekayaan dengan pertumbuhan yang berkesinambungan. Mampu bertahan di tengah gejolak perekonomian yang turbulen (tak menentu). Mampu bertahan di saat suka maupun duka. Sukha tan pa wali dukha, keabadian alias moksa.

Tanpa memiliki modal human capital yaitu tenaga kerja, yang bekerja dengan ketulusan hati, maka mustahil komitmen bisa dicapai. Tanpa komitmen maka kapabilitas atau kemampuan kerja pastilah menjadi rendah. Tenaga kerja yang hanya memikirkan hak tanpa melaksanakan kewajiban terlebih dahulu adalah sumber awal dari petaka macetnya roda ekonomi Tanah Nusantara.

Anggota miling list yang saya hormati,

Dalam manajemen modern, ”artha” itu bisa dianalogikan dengan financial perspektif. Kita tidak bisa mendapatkan keuntungan finansial, yang ditandai dengan Return On Investment yang tinggi, shareholder value yang memadai, profitability, revenue growth dan cost per unit, tanpa dilandasi oleh usaha untuk meningkatkan kepuasan pelanggan terhadap produk atau jasa yang dihasilkan - customer satisfacation - “kama-kepuasan”. Karena sesungguhnya, Return On Investment yang optimal, dapat di raih dengan tiga hal, yaitu penambahan pelanggan baru (add new customer), pelanggan lama yang setia (customer loyalty) atau peningkatan produktifitas dengan menekan biaya.

Kepuasan pelanggan, dapat diraih dengan proses internal organisasi yang baik untuk melayani pelanggan (internal process perspektif). Dan internal process yang baik, hanya bisa didapat dari kemampuan organisasi, untuk terus belajar dan mengembangkan diri (perspektif belajar dan berkembang). Seluruh karyawan, yang menjadi ’sel-sel’ hidup organisasi, belajar dan mengembangkan diri sehingga dapat melaksanakan swadharma atau tugas pokok dan fungsinya masing-masing,

Artha (perspektif keuangan) << == kama (perspektif kepuasan pelanggan) << == Dharma (perspektif internal proses) << === Swadharma (Human capital – kerja adalah amanah – komitmen dan kompetensi)

Lalu artha yang didapat harus didistribusi sesuai dengan kontribusi masing-masing elemen. Dalam istilah modern-nya balanced paychecked. Disinilah peran dari pemilik atau Chief Executive Officer dari perusahaan, untuk memutar siklus kehidupan sehingga bergulir menuju perkembangan yang berkesinambungan (sustainable growth). Kalau ini dilakukan dengan seksama, maka perusahaan akan tetap dapat bersaing / kompetetif di tengah situasi ekonomi yang tak menentu. Stabil ketika ekonomi makro terpuruk maupun gemilang, inilah yang menyebabkan perusahaan abadi - Moksa.

Dengan demikian slogan kuna - Moksartham jagadhita ya ca iti dharmah, menjadi masuk akal. Moksa tidak seperti yang banyak dibicarakan saat ini, yaitu waktu mati jasadnya menghilang. Tapi moksartham (moksa-artham) atau kebebasan finansial di jagad ini, didapat dengan melandaskan diri pada pelaksanaan dharma / swadharma atau melaksanakan kewajiban berlandaskan amanah dan kesungguhan hati.

Lalau, adakah institusi di Indonesia yang sukses menerapkan konsep kuno tlatah Nusantara yang disebut Catur Purusaartha (Dharma, Kama, Artha dan Moksa) ini ?

Rekan-rekan sebangsa yang saya cintai,

Setelah Majapahit runtuh, tanah Bali dikepung kiri dan kanan oleh kerajaan-kerajaan Islam, lalu para leluhur mereka, membangun ”benteng” dengan membumikan agama menjadi budaya, yang ternyata mampu menggerakkan perekonomian lokal dan ketahanan politik yang mantap. Perkawinan Agama & Budaya, mampu membuat seniman Bali, mengabdi dengan komitmen tinggi, karena mereka merasa, hasil kerjanya jadi persembahan untuk keagungan sang Pencipta. Komitmen tinggi, serta kesempatan yang berulang untuk melaksanakan tugas yang sama, menghasilkan kompetensi dan keterampilan. Sang junior, patung pertamanya tidak terlalu indah, tetapi karena terus di asah, dilandasi oleh pengabdian yang tulus, serta keinginan menjaga amanah, maka timbul keinginan untuk terus belajar, sehingga menghasilkan persembahan patung yang terbaik. Keinginan belajar dan mengasah keterampilan inilah, melahirkan pematung yang kompeten di bidangnya.

Komitmen dan kompetensi, membentuk Human Capital. Human capital-lah yang dimobilisasi oleh ”undagi” atau sang arsitek untuk melaksanakan proyek pembuatan pura / tempat suci, dengan segala aturan-aturan dan filosofi yang mendasarinya. Dengan Human Capital yang berkualitas, maka proses internal - proyek pembangunan pura menjadi lancar. Setiap orang sudah terampil di bidang tugasnya masing-masing. Pekerjaan yang didasari oleh prinsip bahwa kerja itu adalah amanah, yang diarahkan oleh pemimpin yang mampu menegakkan Dharma, maka seluruh - man, machine, material, method dan money - dapat difokuskan pada strategi untuk mencapai tujuan.

Dengan pola di atas, niscaya, produk atau jasa yang dihasilkan, akan memuaskan masyarakat di sekitar tempat suci itu. Masyarakat yang puas akan hasil kerja dari “project team”, akan berbondong-bondong datang ke pura untuk bersembahyang sambil memberikan sumbangan dan bergotong royong menyisihkan sebagaian rejekinya untuk mendanai proyek tersebut.

Artha yang berasal dari peran serta masyarakat, digunakan kembali oleh pengurus, untuk kesinambungan pemeliharaan dan pengembangan tempat suci. Artha bisa digunakan dalam bentuk penyelenggarakan kegiatan keagaman yang meriah, sehingga masyarakat puas, serta merasakan manfaat sumbangan yang diberikan, dengan demikian masyarakat tidak kapok dalam menyumbang. Lalu sebagian digunakan untuk mengembangkan internal proses ’adat-istiadat’, serta mengembangkan proyek-proyek baru, sebagai sarana belajar bagi masyarakat yang berminat.

Dari kegiatan-kegiatan inilah muncul tarian-tarian yang indah, patung-patung yang luar biasa, tatanan masyarakat dengan budaya yang tinggi, sehingga turis manca negara kagum serta nyaman tinggal di Bali. Turis manca negara membawa dollar, yang tentunya sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan serta gerak perekonomian masyarakat Bali.

Para netters yang berbahagia,

Dari ’dongeng’ di atas, dapat disimpulkan bahwa kualitas jagad alit – manusia ditentukan bukan oleh jasad yang terlihat – melainkan oleh kualitas pikiran dan jiwanya. Demikan pula di jagad agung – perusahaan swasta atau instansi pemerintah. Kualitas organisasi, tak tergantung dari kekayaan atau asset fisik yang dimiliki (artha), tetapi ditentukan oleh kekayaan tak berwujudnya yang berupa kemampuan untuk memuaskan stakeholdernya (kama), kemampuan dalam membangun internal proses untuk memuaskan stakeholder (dharma) serta tersedianya tenaga kerja yang memiliki kompetensi cukup dan komitmen tinggi untuk melaksanakan pekerjaannya (swadharma). Selain itu, agar jagad agung organisasi mampu tumbuh secara berkesinambungan, maka diperlukan pemimpin yang mampu membagi hasil-hasil usaha atau hasil-hasil pembangunan secara merata dan berkeadilan, sesuai kontribusi dari masing-masing stakholder.

Konsep di atas, dinamakan Catur Purusaartha – Dharma, Kama, Artha dan Moksa, yang merupakan salah satu khazanah budaya tanah Nusantara. Konsep ini, ternyata dapat digunakan sebagai landasan strategi yang telah terbukti benar dan dapat diaplikasikan, baik oleh perusahaan swasta sebagai lembaga profit maupun nirlaba seperti lembaga pemerintah.

Akhirnya, sodara-sodara sebangsa dan setanah air,

Beranikah kita mencoba konsep Catur Purusaartha untuk membangun kembali jati diri bangsa dan membangkitkan kembali perekonomian di Tanah Nusantara yang terpuruk ini ? Atau adakah konsep-konsep lain, yang bisa kita gali dari Tanah Nusantara, untuk sekadar, memberi solusi alternatif yang sesuai dengan jati diri masyarakat Nusantara, sehingga bisa keluar keterpurukan ini ?

Saya mengundang para anggota mailing list, untuk membahas dan menggodok warisan leluhur tanah Nusantara yaitu konsep Catur Purusahartha, untuk dijadikan suatu alat bantu manajemen strategis, untuk menghasilkan peta strategi atau strategy map, untuk organisasi swasta maupun badan-badan pemerintah.

Mudah-mudahan tulisan ini dapat sebagai pemicu, bahan pikir atau tema diskusi, bagi para pembaca budiman, baik yang berprofesi sebagai budayawan, pelaku ekonomi dan aparat pemerintah. Barangkali hasilnya, dapat menghasilkan setitik pemikiran dalam rangka mencari konsep-konsep alternatif ala sastra kuno Nusantara, semoga dapat memperbaiki lembaga ekonomi, institusi politik dan organisasi sosial budaya kita, dari keadaan terpuruk dan keadaan tak berujung pangkal bak lingkaran setan seperti sekarang ini.

Semoga bermanfaat.

Ki Jero Martani
Untuk mendapatkan pemahaman yang lengkap, sebelum membaca artikel ini, disarankan untuk membaca dulu, artikel saya yang berjudul "manajemen strategik", dan "kutahu yang kumau"

Diskusi dapat dilakukan di http://groups.yahoo.com/group/sastra-nusantara
Dan artikel lain dapat dilihat di http://360.yahoo.com/kijeromartani
Referensi lain
Balanced Scorecard, Strategy Focus Organization, Strategy Map karangan Robert Kaplan dan Peter Norton, serta beberapa karangan beliau yang di publikasi di Harvard Business Review.

Tidak ada komentar: